Raden Achmad
Soebardjo Djojoadisoerjo (lahir di Karawang, Jawa Barat, 23 Maret 1896 – meninggal 15 Desember 1978 pada umur 82 tahun) adalah tokoh pejuang kemerdekaan
Indonesia, diplomat, dan seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah Menteri
Luar Negeri Indonesia
yang pertama. Achmad Soebardjo memiliki gelar Meester in de Rechten, yang diperoleh di Universitas
Leiden Belanda pada tahun 1933.
Awal mula
Achmad
Soebardjo dilahirkan di Teluk Jambe, Karawang, Jawa Barat, tanggal 23 Maret 1896. Ayahnya
bernama Teuku Muhammad Yusuf, masih keturunan bangsawan Aceh dari Pidie. Kakek Achmad Soebardjo dari pihak ayah adalah Ulee Balang dan ulama di wilayah Lueng
Putu, sedangkan
Teuku Yusuf adalah pegawai pemerintahan dengan jabatan Mantri Polisi di wilayah
Teluk Jambe, Kerawang. Ibu Achmad Soebardjo bernama
Wardinah. Ia keturunan Jawa-Bugis, dan merupakan anak dari Camat di
Telukagung, Cirebon.
Ayahnya
mulanya memberinya nama Teuku Abdul Manaf, sedangkan ibunya memberinya
nama Achmad Soebardjo. Nama Djojoadisoerjo ditambahkannya
sendiri setelah dewasa, saat ia ditahan di penjara Ponorogo karena "Peristiwa
3 Juli 1946".
Ia
bersekolah di Hogere
Burger School, Jakarta (saat ini setara dengan Sekolah
Menengah Atas) pada tahun 1917. Ia kemudian melanjutkan
pendidikannya di Universitas
Leiden, Belanda dan memperoleh ijazah Meester in de Rechten (saat ini setara dengan Sarjana
Hukum) di bidang undang-undang pada tahun 1933.
Riwayat perjuangan
Semasa masih
menjadi mahasiswa, Soebardjo aktif dalam
memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia melalui
beberapa organisasi seperti Jong Java dan Persatuan Mahasiswa Indonesia
di Belanda. Pada bulan Februari 1927, ia pun menjadi wakil Indonesia bersama dengan Mohammad Hatta dan para ahli gerakan-gerakan
Indonesia pada persidangan antarbangsa "Liga Menentang Imperialisme dan
Penindasan Penjajah" yang pertama di Brussels dan kemudiannya di Jerman. Pada persidangan pertama itu juga
ada Jawaharlal
Nehru dan
pemimpin-pemimpin nasionalis yang terkenal dari Asia dan Afrika. Sewaktu kembalinya ke Indonesia, ia
aktif menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dan kemudian Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Peristiwa Rengasdengklok
Pada tanggal
16 Agustus 1945 Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana, Shodanco Singgih, dan pemuda lain, membawa Soekarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno
dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang.Peristiwa ini dinamakan Peristiwa Rengasdengklok.
Di sini,
mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang
telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana,
dan golongan tua, yaitu Achmad Soebardjo melakukan perundingan. Achmad
Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta.Maka diutuslah Yusuf Kunto untuk
mengantar Achmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Soekarno dan Moh.
Hatta kembali ke Jakarta. Achmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda
untuk tidak terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan.
Naskah proklamasi
Konsep
naskah proklamasi disusun oleh Bung Karno, Bung Hatta, dan Achmad Soebardjo di
rumah Laksamana
Muda Maeda. Setelah selesai dan beragumentasi
dengan para pemuda, dinihari 17 Agustus 1945, Bung Karno pun segera
memerintahkan Sayuti
Melik untuk
mengetik naskah proklamasi.
Masa setelah kemerdekaan
Pada tanggal
18 Agustus 1945, Soebardjo dilantik sebagai Menteri
Luar Negeri pada Kabinet
Presidensial, kabinet
Indonesia yang pertama, dan kembali menjabat menjadi Menteri Luar Negeri sekali
lagi pada tahun 1951 - 1952. Selain itu, ia juga menjadi Duta Besar Republik Indonesia di Switzerland antara tahun-tahun 1957 - 1961.
Dalam bidang
pendidikan, Soebardjo merupakan profesor dalam bidang Sejarah Perlembagaan
dan Diplomasi Republik Indonesia di Fakultas Kesusasteraan, Universitas
Indonesia.
Wafat
Achmad
Soebardjo Djojoadisoerjo meninggal dunia dalam usia 82 tahun (15 Desember 1978) di Rumah Sakit Pertamina, Kebayoran Baru, akibat flu yang menimbulkan
komplikasi. Ia dimakamkan di rumah peristirahatnya di Cipayung, Bogor. Pemerintah mengangkat almarhum
sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2009.
Sumber : Wikipedia
No comments:
Post a Comment