Tentang perjalanan hidup Martin Luther King, Jr
Martin Luther King, Jr. lahir di Atlanta, Georgia,
Amerika Serikat pada tanggal 1929. Ayah dan kakek ibunya adalah seorang
pembabtis dengan latar belakang aktivis hak sipil. Sedangkan kakek buyutnya
adalah putra dari pasangan Luther King, Jr. dan Alberta Williams King. Ia
adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Ia memiliki seorang kakak perempuan
bernama Willie Christine dan seorang adik laki-laki bernama Alfred Daniel
Williams King.
Martin Luther King menjadi pribadi yang sangat terikat
dengan keluarga intinya. Pada saat kakeknya meninggal, karena rasa sedih yang
mendalam, ia melompat dari jendela lantai dua rumahnya ke halaman. Beruntung ia
tidak mengalami luka yang serius.
Ia besar sebagai sosok berpendidikan dan religius.
Ayahnya adalah seorang pendeta di Atlanta, sehingga tak heran jika ia
mengajarkan agama Katolik kepada anak-anaknya dengan sangat disiplin.
“Saya
mempunyai impian. Orang yang memiliki impian itu akan menghabiskan seluruh
hidupnya mengejar impiannya dan menyerahkan nyawanya bagi impian tersebut.
Keempat anak saya yang masih kecil, pada suatu hari akan hidup di dalam suatu
bangsa , di mana mereka tidak dinilai dari warna kulit mereka, tetapi kandungan
karakter mereka.” (Martin Luther King, Jr)
Masa kecil Martin Luther
Ketika masih anak-anak Martin Luther King mengalami
kekerasan dan deskriminasi rasial. Kisah diskriminasi rasial yang ia alami
berawal dari keberangkatannya ke sekolah, ketika ia bersama gurunya berada di
dalam sebuah bus. ia dan guru sekolahnya diminta untuk memberikan tempat kepada
penumpang berkulit putih. Ketika mereka tidak mau pindah, sang sopir bus justru
mengumpat dengan mengatakan, “Jahanam kulit hitam”. Luther tetap tak bergeming,
namun gurunya memintanya untuk mematuhi aturan. Akhirnya mereka harus berdiri
selama 90 menit dalam perjalanan ke Atlanta.
Martin Luther King dibesarkan dalam lingkungan yang
religius. Kehidupan religius keluarganya membuat ia mampu berpikir kritis
dengan lingkungan sekitarnya. Ia memiliki pemikiran skeptis mengenai doktrin
Christianity. Luther menyatakan keraguannya mulai muncul tak henti-hentunya, walaupun
akhirnya ia memiliki sebuah kesimpulan bahwa Injil memiliki banyak kebenaran
dan kemaslahatan yang tidak bisa dipungkiri. Dalam keadaan gamang itulah ia
tetap mendatangi seminari.
Perjalanan Martin Luther dalam dunia
pendidikan
Martin Luther King dididik di sebuah sekolah negeri di
mana segregasi masih sangat kental di Georgia. Ia disekolahkan di Booker T.
Washington High School. Kecerdasan dan kedewasaannya membuat dirinya
mendapatkan akselerasi pendidikan. Pada usia 15 tahun, ia masuk ke Atlanta’s
Morenhouse Cillege. Ia lulus dari sekolah tersebut sebagai sarjana muda di
bidang seni.
Setelah lulus dari Atlanta’s Morenhouse College,
Martin Luther King masuk ke Crozer Theological Seminari di Pennsylvania. Dalam
kegiatannya di Theological Seminari, ia banyak bersentuhan dengan pemikiran
Mahatma Gandhi. Ia mempelajari tentang filsafat perlawanan tanpa kekerasan
milik Gandhi. Ia menemukan metode terbuka yang bermoral dan praktis untuk
menekan orang-orang demi sebuah kemerdekaan. Dari sekolah keagamaan itu, ia
lulus dengan gelar Sarjana Teologi pada tahun 1951.
Dua tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 18 Juni
1953, ia menikahi Coretta Scott. Sebuah pernikahan sederhana dilakukan di rumah
sang mempelai wanita di Heiberger, Alabama. Dari pernikahan tersebut ia
dikaruniai sempat anak yang masing-masing diberi nama : Yolanda King, Martin
Luther III, Dexter Scott King, dan Bernice King.
Pada tahun 1954, saat usianya 25 tahun Martin Luther
King, Jr. menjadi pastor di Gereja Baptis Dexter Avenue, di bilangan Montgomery,
Alabama. Ia kemudian mulai melanjutkan pendidikannya ke jenjang doktoral di
bidang teologi sistematis di Universitas Boston. Ia lulus dari Universitas
Boston pada tahun 1955 dengan meraih gelar doktor di bodang filosofi.
Pada 1 Desember 1955 terjadi sebuah peristiwa
diskriminasi rasial yang diterima oleh seorang wanita berkulit hitam bernama
Rose Parks. Parks mengalami diskriminasi rasial karena menolak memberikan
tempat duduknya di dalam bus kepada orang berkulit putih.
Kejadian ini pun memicu demonstrasi dan aksi boikot
transportasi. Para aktivis kulit hitam dari Asosiasi Pengembangan Montgomery
memilih Martin Luther King, Jr sebagai pemimpin mereka.
Boikot tersebut berjalan selama 382 hari hingga bus
Montgomery bebas segregasi setelah Pengadilan Amerika Serikat mendeklarasikan
tidak berlakunya segregasi hukum di Alabama. Selama terjadinya boikot, Martin
ditangkap dan rumahnya dibom. Usai pengeboman rumahnya, Luther meminta para
pengikutnya untuk melakukan protes tanpa kekerasan dan menenangkan mereka.
Pada tahun 1957, Martin Luther King mengatur
diadakannya Southern Christian Leadership Conference untuk menyukseskan gerakan
Montgomery. Ia pun terpilih sebagai pemimpinnya. Menjabat sevagai pemimpin
Luther melakukan perjalanan ke beberapa daerah, termasuk tempat kelahirannya
untuk memulai aksi hak sipil. Dalam perjalanan itulah ia mendapatkan inspirasi
perjuangan Gandhi tentang perlawanan tanpa kekerasan sebagai bentuk dan media
mendapatkan kemerdekaan.
Martin Luther dipenjara
Tahun 1960 Martin Luther King dipenjara karena
melakukan aksi duduk di Greenboro, Carolina Utara. Akan tetapi penjara ternyata
tak sanggup membuat ia jera. Ia kembali melakukan aksi serupa di
restoran-restoran di Atlanta. Dalam kasusu tersebut ia dipenjara bersama 33
anak muda karena memprotes segregasi.
Luther di penjara di negara Reidsvile Farm selama
empat bulan. Ia kemudian dibebaskan setelah ada campur tangan John Kennedy dan
Robert Kennedy. Namun, lagi-lagi Martin dipenjara pada bulan Desember 1961
karena berdemonstrasi di Albania, Georgia. Sayangnya gelombang protes di Abania
itu mengalami kegagalan. Ia pun banyak mendapatkan kritik karena disinyalir
sebagai biang kegagalan protes tersebut.
Martin Luther King, Jr kemudian mulai merencanakan
aksi protes besar-besaran di Birmingham, Alabama yang dikatakan sebagai tempat
paling segregasi di Amerika Serikat. Ia memulai gerakannya dengan berkeliling
kota mengampanyekan perlawanan tanpa kekerasan. Ia merekrut dua ratus orang
yang rela masuk penjara akibat aksi tersebut.
Pada awal April 1963, Martin Luther King sampai di
Birmingham dan aksi protes warga pun dimulai selama sebulan. Aksi protes
tersebut membuat orang Afro-Amerika ditangkap setiap hari karena menolak
segregasi. Kendati demikian, warga terus melancarkan akso protes. Konsisi ini
memaksa pihak kepolisian melakukan tindak kasar. Para polisi membawa anjing dan
melakukan tembakan untuk membubarkan 2.500 demonstran. Dalam aksi tersebut
sekitar 3.300 orang Afro-Amerika dipenjara.
Surat Martin Luther
Dalam aksi tersebut, Martin Luther bersama Ralph
Abernathy ditangkap karena melakukan demonstrasi tanpa izin. Selama sebelas
hari mendekam di dalam penjara, Martin menulis suratnya yang terkenal dari
balik penjara Birmingham berjudul “The Letter from Birmingham Jail”.
Surat tersebut merupakan bentuk tanggapan dari delapan
pendeta Alabama yang mengkritisi gerakan Birmingham, Dalam suratnya Martin
Luther King, Jr menulis :
“Suatu hari, wilayah selatan akan mengenali pahlawan
mereka yang sebenarnya, Mereka bakal menjadi James Meredith dengan tujuan mulia
yang akan mampu mengatasi olokan serta kerumunan masa yang memusuhi dengan
kesendirian yang menyedihkan bagai seorang pionir.”
Gerakan protes di Washington menjadi penanda penting
perjalanan sejarah perjuangan hak sipil. Hal ini karena aksi tersebut
berpengaruh terhadap lahirnya undang-undang hak-hak sipil tahun 1964 dan
undang-undang hak pilih tahun 1965.
Sepanjang kehidupannya ia telah banyak berjuang
untuk kemanusiaan. Ia berjuang melawan hukum tanpa kekerasan. Ia sangat
terinspirasi oleh gerakan Gandhi di India. Ia telah keluar masuk penjara.
Siksaan dan penderitaan pun telah banyak dilaluinya. Namun, itu semua tidak
menyurutkan semangat MLK (Martin Luther King) untuk terus berjuang hingga akhir
hayatnya. Luther meninggal dunia pada tangga 4 April 1968.
Sumber : www.sejarah-negara.com
No comments:
Post a Comment