Sunday, 22 May 2016

Otto Iskandar di Nata - Menteri Negara di Kabinet Presidentil



Otto Iskandar di Nata dilahirkan pada tanggal 31 Maret 1897 di Bojongsoang, Dayeuhkolot, Bandung. Ayahnya bernama Nataatmadja yang setelah menunaikan ibadah haji berganti nama menjadi Raden Haji Adam Rahmat, ibunya bemama Siti Hidayah. Otto adalah anak bungsu dari tiga orang bersaudara, semuanya laki-laki.

Setelah menamatkan HIS (Hollandsch Inlandse School) di Bandung, Otto melanjutkan pelajarannya ke Sekolah Guru, juga di Bandung. Sesudah itu memasuki HKS (Hoogere Kweekschool – Sekolah Guru Atasj di Purworejo Jawa Tengah.

Setelah tamat HKS, Otto bekerja sebagai guru HIS di Banjarnegara, Jawa Tengah, hanya satu tahun ia bertugas di tempat ini. Tahun 1921 iadipindahkan ke Bandung dan tiga tahun kemudian di pindahkan lagi ke Pekalongan, Jawa Tengah.

Dari sini mulailah kisah lain dalam kehidupannya. Namanya untuk selanjutnya lebih banyak disebut berhubung dengan kegiatannya dalam masyarakat dan perjuangan nasional. Walaupun kemudian ia masih menjadi guru di Muhammaddiyah di Jakarta, tetapi kegiatannya yang utama tidak lagi terletak dibidang pendidikan. Perhatian terhadap pergerakan bangsanya sudah dimulainya ketika ia masih belajar di HKS. Pada waktu itu ia sering membaca harian ”De Express” yang diasuh oleh Douwes Dekker (dizaman kemerdekaan berganti nama Dr. Danudirdja Setiabudi), salah seorang pendiri ”Indische Partij” yang bertujuan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Sebenarnya pelajar-pelajar HKS dilarang membaca surat kabar tersebut. Tetapi Otto membacanya secara sembunyi. Surat kabar itu disembunyikan dibawah bantal. Seringkali pula surat kabar itu dipinjamkan kepada teman-temannya. Otto membaca tulisan-tulisan Douwes Dekker yang mengungkapkan kepincangan-kepincangan dalam masyarakat kolonial dan mengecam cara-cara yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda yang sangat merugikan kepentingan rakyat Indonesia.

Sewaktu bertugas di Pekalongan pada tahun 1925 Otto menerjunkan diri ke dalam organisasi Budi Utomo (BU). Kegiatannya dalam organisasi BU menarik perhatian masyarakat Pekalongan. Karena itulah ia dipilih menjadi anggota Gemeenteraad (Dewan Kota) Pekalongan mewakili BU.

Sebagai anggota Dewan Kota, Otto berjuang untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Tanpa tedeng aling-aling ia membeberkan praktek-praktek buruk yang dilakukan pemerintah jajahan terhadap rakyat.
Kecaman-kecaman dan gugatan-gugatan yang dilancarkan Otto menyebabkan ia bertengkar dengan residen Pekalongan, seorang Belanda. Tetapi Otto tidak mau mengalah. Semua anggota Dewan Kota berdiri dibelakangnya. Peristiwa itu berakhir dengan dipindahkannya residen ke tempat lain.

Kegiatan Otto dalam Budi Utomo menjadi perhatian pemerintah. Rapat-rapat yang diadakan di rumahnya selalu diintai oleh polisi reserse. Suatu waktu Otto mengajak sang reserse masuk kerumahnya untuk mengikuti pembicaraan didalam rapat itu, yaitu soal-soal kemasyarakatan dan perikemanusian. Setelah mendengarkan pembicaraan itu reserse yakin, bahwa Otto berjuang untuk kepentingan masyarakat. Konon kemudian reserse itu menemui Otto dan memberitahukan ingin menjadi anggota Budi Utomo.

Nama Otto semakin populer. Pemerintah justru mulai cemas melihat pengaruhnya dikalangan rakyat. Karena itu dalam tahun 1928 ia dipindahkan dari Pekalongan ke Jakarta. Sebelum pindah ia masih sempat memprakarsai berdirinya ”Sekolah Kartini”.

Di Jakarta ia bekerja sebagai guru Muhammadiyah. Kegiatan dibidang politik pun diteruskannya. Ia masuk menjadi anggota’Taguyuban Pasundan”. Tidak lama kemudian ia terpilih menjadi ketua organisasi ini. Berkat pimpinan Otto ”Paguyuban Pasundan” semakin berkembang Organisasi ini berhasil mendirikan sekolah, mulai dari Sekolah Dasar sampai Sekolah …… Kemudian berhasil pula mendirikan Bank Pasunda ……… Pasundan yang pada dasarnya berjuang ….. Sosial ekonomi itu masuk pula menjadi anggota Be………..takatan Partai-partai Politik Kebangsaan Indonesia. Dalam kongres PPKI di Surabaya pada tahun 1932 Otto terpilih menjadi Sekretaris PPPKI di bawah ketua M.H. Thamrin.

Dalam tahun 1930 ia terpilih menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat) mewakili ”Paguyuban Pasundan”. Seperti dalam Dewan Kota di Pekalongan, dalam Volksraad pun ia memperlihatkan keberaniannya mengancam pemerintah, karena keberanian itu ia dijuluki ”Sijalak Harupat” artinya, ”Burung Jalak yang berani”. la berpidato dengan terus terang. la mencoba meyakinkan pemerintah Belanda, bahwa pada suatu saat Indonesia pasti merdeka. Dalam suatu pidatonya ia berkata :

”Tetapi saya percaya,, bahwa Indonesia yang sekarang dijajah pasti akan merdeka. Bangsa Belanda terkenal sebagai bangsa yang berkepala dingin hendaknya tuan-tuan bangsa Belanda memilih diantara dua kemungkinan: menarik diri dengan sukarela tetapi terhormat, atau tuan-tuan kami usir dengan kekerasan”, karena pidato ini ia dipersilahkan oleh ketua Volksraad supaya turun dari mimbar.

Dalam sidangnya yang lain Otto Iskandar Dinata menyatakan bahwa hasrat untuk bebas itu sudah menjadi sifat. Oleh karena itulah, bangsa Indonesia sebagai bangsa yang terjajah selalu berjuang untuk mencapai kemerdekaannya. Kata-kata Otto Iskandar Dinata tersebut diucapkan sebagai berikut:

”Banyak orang yang mengatakan, bahwa tanpa adanya paksaan, tidak mungkin Nederland mau melepaskan Indonesia, karena memiliki Indone­sia itu besar sekali manfaatnya bagi Nederland, tetapi biarpun banyak sekali yang mengatakan demikian, saya percaya bahwa suatu waktu bila sudah tiba waktunya, negeri Belanda tentu akan melepaskan Indonesia dengan ikhlas demi keselamatannya”.

Berkat keberaniannya dalam mengemukakan pendapat disidang Dewan Rakyat, Otto Iskandar Dinata mendapat julukan seorang non koperator di tengah-tengah koperator, maksudnya walaupun seorang koperator tetapi suara yang dibawakannya adalah suara non koperator.

Karena pidato-pidatonya yang pedas mengecam pemerintah menyebabkan Otto ditarik dari Volksraad. Selanjutnya ia mencurahkan perhatiannya memimpin paguyuban Pasundan”. Disamping itu ia memimpin warta harian berbahasa Sunda yang diterbitkan sejak ia masih anggota Volksraad. Sural kabar ini banyak mengkritik tindakan pemerintah. Disamping itu memuat hal-hal yang perlu diketahui oleh rakyat banyak, misalnya masalah-masalah pertanian, pendidikan, ekonomi dan kebudayaan.

Otto Iskandar Dinata menyokong Petisi diajukan di Volksraad pada tanggal 15 Juli 1936 dan diterima dengan kemenangan suara yang tipis namun pemerintah menolaknya. Waktu partai-partai politik dan organisasi-organisasi lainnya membentuk GAPI (Gabungan Partai-partai Indonesia) dengan tuntutannya ”Indonesia Berparlemen”, ”Paguyuban Pasundan” pimpinan Otto Iskandar Dinata tidak ketinggalan masuk menjadi anggotanya.

GAPI mengadakan kongres di Yogyakarta. Dalam kongres itu dibentuk ”Majelis Rakyat Indonesia” sebagai parlemen rakyat. Otto duduk dalam majelis ini sebagai wakil GAPI. Tentu saja badan ini tidak diakui oleh pemerintah, tetapi pemerintah tak dapat berbuat apa-apa.

Awal Maret tahun 1942 pasukan Jepang mendarat di beberapa tempat di Pulau Jawa. Pasukan Belanda ternyata tidak sanggup menahan gerakan Jepang dan pada tanggal 8 Maret 1942 pemerintah Hindia Belanda bertekuk lutut. Dengan demikian berakhirlah penjajahan Belanda dan mulailah penjajahan Jepang. Sebelum itu pemerintah Hindia Belanda mengajak pemuka-pemuka masyarakat termasuk Otto Iskandar Dinata untuk menyingkir ke Australia, tetapi mereka menolak.

Jepang membubarkan partai-partai politik dan semua organisasi, tidak terkecuali ”Paguyuban Pasundan”. Untuk menyelamatkan harta kekayaan organisasi itu Otto mendirikan ”Badan Usaha Pasundan” yang dipimpin oleh Sanusi Hardjadinata, kelak menjadi Gubernur Jawa Barat dan Duta besar RI di Mesir.

Otto tidak dapati mengelakkan kerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang walaupun hati kecilnya tidak menyukai pemerintah ini. la duduk dalam Putera (Pusat Tenaga Rakyat) di bawah pimpinan Empat Serangkai (Bung Karno, Bung Hatta, KiHadjar Dewantara dan K.H. Mas Mansur). Kemudian diangkat menjadi anggota ”Jawa Hokokai” (Badan Kebaktian Rakyat Jawa). Pada waktu Jepang meresmikan berdirinya tentara ”Pembela Tanah Air” (Peta). Otto menyokong usaha itu, bahkan putera sulungnya, Sentot dimasukan pula dalam Peta. Seperti pemimpin-pemimpin Indonesia lainnya Otto mempunyai maksud dengan Peta sebagai persiapan untuk merebut dan kelak mempertahankan kemerdekaan.


Otto Iskandar Dinata duduk pula sebagai anggota ”Cuo Sangi In” semacam Dewan Perwakilan Rakyat. Semula Jepang merencanakan badan ini untuk membantu mereka, tetapi ternyata hasilnya tidak memuaskan. Oleh karenanya badan itu dibubarkan.

Kekalahan demi kekalahan yang dialami Jepang di Medan perang sejak tahun 1943 menyebabkan mereka bersikap merangkul penduduk yang mereka jajah. Jepang menjanjikan kemerdekaan kepada daerah jajahannya. Perdana menteri Tojo mengucapkan janji, bahwa Indonesia akan diberi kemerdekaan dikelak kemudian hari. Untuk itu dibentuk sebuah badan yang disebut ”Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.” Pada awal Agustus 1945 badan ini dibubarkan dan dibentuk badan baru, yakni ”Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia” (PPKI). Otto Iskandar Dinata duduk dalam badan ini sebagai anggota.

Situasi berkembang dengan cepat. Tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu, dan tiga hari kemudian, 17 Agustus 1945 Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Tanggal 18 Agustus 1945 PPKI bersidang untuk mengesahkan Undang-Undang Dasar yang sekarang dikenal sebagai Undang-Undang 1945. Dalam sidang malam harinya dipilih Presiden dan Wakil Presiden. Otto Iskandar Dinata mengusulkan agar Ir. Sukarno dipilih menjadi Presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden. Usul itu diterima secara aklamasi.

Dalam masa kemedekaan RI pertama yang berbentuk kabinet Presidentil, Otto Iskandar Dinata diangkat menjadi Menteri Negara. Di samping itu juga menjadi pemimpin ”Badan Pembantu Prajurit kekuatan lainnya ialah turut aktif membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kelak berkembang menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan akhirnya menjadi ABRI yang kita kenal sekarang.

Tenaga Otto masih diperlukan dalam membangun negara yang baru berdiri itu, tetapi pada saat itu pula musibah menimpanya. Sekelompok orang yang tidak menyukainya menyusun rencana untuk melenyapkannya. Suatu pagi di bulan Oktober 1945 ia kedatangan tamu. Tamu itu mengajak Otto untuk menghadiri suatu rapat. Tanpa curiga Otto memenuhi permintaan tamunya. Sejak itulah Otto Iskandar Dinata tidak pernah kembali lagi.

Tak ada orang yang tahu ke mana Otto Iskandar Dinata dibawa. Ia telah menjadi korban revolusi yang serba semrawut. Baru kemudian terdengar kabar, bahwa Otto dibawa ke pantai Mauk di Banten, Jawa Barat dan disanalah dia dibunuh oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab pada tanggal 20 Desember 1945.

Kemudian terdengar cerita seorang Jepang yang mengetahui persoalan tersebut, bahwa uang yang ada pada Otto Iskandar Dinata itu berasal dari padanya, katanya:

”Setelah Jepang ternyata takluk, merasa bahwa kemerdekaan Indonesia sudah tiba pada saatnya. Saya segera merasa bahwa uang kertas dan uang logam Belanda yang selama ini saya simpan, tidak akan berguna lagi bagi diri saya. Untuk apa? maka saya melihat bahwa uang logam dan uang kertas Belanda yang lumayan jumlahnya itu akan bermanfaat bagi perjuangan bangsa Indonesia. Karena itu lalu saya serahkan dengan iklas kepada sahabat saya tuan Otto, agar dipergunakan sebaik-baiknya. Tetapi agaknya sang takdir menghendaki yang lain”.

Pemerintah RI berdasarkan SK Presiden RI No. 008/TK/Tahun 1973 tanggal 6 November 1973 menganugerahi R. Otto Iskandardinata gelar Pahlawan Nasional.


Sumber : http://pahlawancenter.com

No comments:

Post a Comment