Monday, 23 May 2016

Ranggong Daeng Romo - Sang Panglima LAPRIS

Ranggong Daeng Romo lahir di kampung Bone-Bone, Polong Bangkeng, Takalar, Sulawesi Selatan pada tahun 1915. Ia adalah putera sulung dari enam bersaudara dari pasangan suami-istri Gallarang Moncokomba Mangngulabba Daeng Makkio dengan Bati Daeng jimo

Ranggong Daeng Romo menempuh pendidikan di Hollandsch Inlandsch School dan taman siswa Makassar setelah sebelumnya menimba ilmu di salah satu pesantren Cikoang. Berkat ketabahan dan ketekunannya beliau dapat meneyelesaikan di Inlandsch School pada tahun 1929.


Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan


Pada tanggal 16 Oktober 1945, dibentuk organisasi Angkatan Muda Bajeng dibawah pimpinan Ranggong Daeng Romo, untuk mengibarkan jiwa dan semangat perjuangan menentang Belanda.

Pada tanggal 5 Desember 1945, Ranggong Daeng Romo diangkat menjadi Komandan Barisan Gerakan Muda Bajeng, yang kegiatannya tidak hanya pada bidang kemiliteran tetapi juga dibidang pemerintahan, dalam usaha mempertahankan kemerdekaan, Gerakan Muda Bajeng beberapa kali mengalami bentrokan senjata dengan Belanda. Tanggal 21 Februari 1946 dengan kekuatan sekitar 100 orang Ranggong Daeng Romo menyerang tempat serdadu Belanda di Pappu Takalar. Tanggal 22 Februari 1946 dengan kekuatan sekitar 300 orang, Ranggong Daeng Romo memerintahkan penyerangan terhadap musuh yang ingin mendirikan kubu pertahanan di Polleke sehingga pihak musuh meninggalkan tempat tersebut. Tanggal 1 Maret 1946 memimpin langsung penyerangan dan pertempuran dengan patroli Belanda (NICA) sehingga menewaskan 20 orang. Tanggal 7 Maret 1946 memerintahkann penyerangan terhadap kubu pertahanan musuh di Pappu Takalar.

Tanggal 13 Maret 1946 memerintahkan penyerangan terhadap kubu pertahanan musuh di Botto Lumpang walaupun hanya dengan kekuatan 50 orang, pertempuran dapat berlangsung selama 2 hari.

Tanggal 2 April 1946 Gerakan Muda Bajeng diubah menjadi Laskar Lipan Bajeng dan Ranggong Daeng Romo diangkat menjadi pimpinan tertinggi. Daerah perjuangan Laskar Lipan Bajeng makin bertambah luas menjadi wilayah Gowa.

Tanggal 27 April 1946 Ranggong Daeng Romo memerintahkan penyerangan terhadap pos serdadu Belanda di Malolo, dan berhasil menewaskan pasukan musuh sebanyak 5 orang.

Tanggal 21 Juni 1946 memerintahkan penyerangan terhadap musuh di Tembusen dan penyerangan tersebut menewaskan 7 Orang di pihak musuh, sedang di pihak Lipan Bajeng 1 orang meninggal.

Tanggal 17 Juli 1946 terbentuklah Laskar Pemberontakan Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS) yang mempersatukan kelaskaran yang selama ini berjuang secara terpisah di daerah masing-masing. Dengan terbentuknya LAPRIS, maka langkah pertama yang diambil oleh panglima LAPRIS (Ranggong Daeng Romo) adalah penyempurnaan organisasi kekuatan bersenjata dengan cara membentuk pasukan tempur khusus yang mampu bergerak cepat dalam usaha mengacaukan setiap langkah NICA, terutama untuk operasi militer secara besar-besaran.

Tanggal 8 Agustus 1946 berhasil mempertahankan markas besar LAPRIS di Rannaya Palembangkung dengan gagah berani, penuh kesatria dan akhirnya dapat dipukul mundur. Tanggal 28 Februari 1947 pasukan Belanda berhasil mengobrak-ngabrik kedudukan pasukan LAPRIS di Lengger dan pada pertempuran tersebut Ranggong Daeng Romo tewas dalam perlawanan mati-matian untuk mempertahankan daerah dari serangan pasukan Belanda, jenazahnya dimakamkan di Lengger – Takalar.

Tanggal 12 Agustus 1949, Almarhum diberikan Tanda Kehormatan Bintang Gerilya dengan pangkat Letnan Satu.

Berkat jasa-jasanya pada negara, berdasarkan SK Presiden RI No. 109/TK/Tahun 2001 Ranggong dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.


Sumber : http://pahlawancenter.com

No comments:

Post a Comment