Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman
Wedyodiningrat (lahir di Yogyakarta, 21 April 1879 – meninggal
di Ngawi, Jawa Timur, 20 September 1952
pada umur 73 tahun) adalah seorang dokter yang juga merupakan salah satu tokoh
pendiri Republik Indonesia.
Dimulai dengan model pembelajaran hanya dengan
mendengarkan pelajaran di bawah jendela kelas saat mengantarkan putra Dr. Wahidin Soedirohoesodo
ke sekolah, kemudian atas belas kasihan guru Belanda disuruh mengikuti
pelajaran di dalam kelas sampai akhirnya di usia 20 tahun ia sudah berhasil
mendapatkan gelar dokter dan mendapat gelar Master of Art pada usia 24 tahun.
Ia juga pernah belajar di Belanda, Perancis, Inggris dan Amerika.
Pilihan belajar ilmu kedokteran yang diambil berangkat
dari keprihatinannya ketika melihat masyarakat Ngawi saat itu dilanda penyakit
pes, begitu pula ia secara khusus belajar ilmu kandungan untuk menyelamatkan
generasi kedepan dimana saat itu banyak Ibu-Ibu yang meninggal karena
melahirkan.
Sejak tahun 1934 ia memilih tinggal di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi
dan mengabdikan dirinya sebagai dokter ahli penyakit pes, ketika banyak warga
Ngawi yang meninggal dunia karena dilanda wabah penyakit tersebut. Rumah
kediamannya yang sekarang telah menjadi situs sudah berusia 134 tahun. Begitu
dekatnya Radjiman dengan Bung Karno sampai-sampai Bung Karno pun telah
bertandang dua kali ke rumah tersebut.
Dr. Radjiman adalah salah satu pendiri organisasi
Boedi Oetomo dan sempat menjadi ketuanya pada tahun 1914-1915.
Dalam perjalanan sejarah menuju kemerdekaan Indonesia,
dr. Radjiman adalah satu-satunya orang yang terlibat secara akif dalam kancah
perjuangan berbangsa dimulai dari munculnya Boedi Utomo sampai pembentukan
BPUPKI. Manuvernya di saat memimpin Budi Utomo yang mengusulkan pembentukan
milisi rakyat disetiap daerah di Indonesia (kesadaran memiliki tentara rakyat)
dijawab Belanda dengan kompensasi membentuk Volksraad dan dr. Radjiman masuk di dalamnya
sebagai wakil dari Boedi Utomo.
Pada sidang BPUPKI pada 29 Mei 1945,
ia mengajukan pertanyaan “apa dasar negara Indonesia jika kelak merdeka?” Pertanyaan
ini dijawab oleh Bung Karno dengan Pancasila. Jawaban dan uraian Bung Karno tentang
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia ini kemudian ditulis oleh Radjiman
selaku ketua BPUPKI dalam sebuah pengantar penerbitan buku Pancasila yang
pertama tahun 1948 di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren,
Kabupaten Ngawi. Terbongkarnya dokumen yang berada di Desa Dirgo, Kecamatan
Widodaren, Kabupaten Ngawi ini menjadi temuan baru dalam sejarah Indonesia yang
memaparkan kembali fakta bahwa Soekarno adalah Bapak Bangsa pencetus Pancasila.
Pada tanggal 9 Agustus 1945 ia membawa Bung Karno dan
Bung Hatta ke Saigon dan Da Lat untuk menemui pimpinan tentara Jepang
untuk Asia Timur Raya terkait dengan pengeboman Hiroshima dan Nagasaki yang menyebabkan Jepang berencana
menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, yang akan menciptakan
kekosongan kekuasaan di Indonesia.
Pada masa setelah kemerdekaan RI Radjiman pernah
menjadi anggota DPA, KNIP
dan pemimpin sidang DPR pertama di saat Indonesia kembali menjadi negara
kesatuan dari RIS.
Sumber : Wikipedia
No comments:
Post a Comment