Hajjah Rangkayo Rasuna Said (H.R. Rasuna Said) adalah seorang
pejuang kemerdekaan Indonesia yang telah menerima penghargaan sebagai pahlawan
nasional Indonesia dari pemerintah. Ia merupakan pejuang yang dengan gigih
memperjuangkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, sama seperti
perjuangan yang dilakukan oleh Ibu Kartini. HR Rasuna Said dikenal sebagai
sosok yang berkemauan keras dan memiliki pengetahuan yang luas.
Hajjah Rangkayo Rasuna Said lahir di Maninjau,
Sumatera Barat, 15 September 1910. Maninjau itu adalah negeri elok di tepian
danau yang indah bernama sama. Di sini juga lahir tokoh terkenal lain seperti
Buya Hamka dan Ahmad Fuadi yang menulis novel trilogi, Negeri 5 Menara itu.
Pada masa kecilnya, ia telah mengenyam pendidikan
Islam di pesantren. Pada saat sekolah inilah, ia pernah menjadi satu-satunya
santri perempuan. Sejak saat itu, Rasuna Said sangat memperhatikan kemajuan dan
pendidikan bagi kaum perempuan. Ia menilai bahwa perjuangan tersebut tidak
hanya bisa dilakukan melalui jalur pendidikan, namun bisa dilakukan juga dengan
perjuangan politik. Kemudian, ia memulai perjuangannya untuk membela kaum
perempuan dengan bergabung di Sarekat Rakyat sebagai sekretaris cabang.
Setelah itu, ia menjadi anggota Persatuan Muslim
Indonesia. Karena kemampuan dan cara pikirnya yang sangat kritis, beliau pintar
pidato (orator ulung) yang seringkali mengecam secara tajam ketidakadilan
Belanda. ia sempat ditangkap dan dipenjara oleh pemerintah Belanda pada
tahun 1932. Rasuna Said juga tercatat sebagai wanita pertama yang terkena hukum
Speek Delict, yaitu hukum pemerintahan Belanda yang menyatakan bahwa siapapun
dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda.
Rasuna Said dikenal dengan tulisan-tulisannya yang
tajam. Pada tahun 1935 Rasuna menjadi pemimpin redaksi di sebuah majalah, Raya.
Majalah ini dikenal radikal, bahkan tercatat menjadi tonggak perlawanan di
Sumatera Barat. Namun polisi rahasia Belanda (PID) mempersempit ruang gerak
Rasuna dan kawan-kawan. Sedangkan tokoh-tokoh PERMI yang diharapkan berdiri
melawan tindakan kolonial ini, justru tidak bisa berbuat apapun. Rasuna sangat
kecewa. Ia pun memilih pindah ke Medan, Sumatera Utara.
Pada tahun 1937, di Medan, Rasuna mendirikan perguruan
putri. Untuk menyebarluaskan gagasan-gagasannya, ia membuat majalah mingguan
bernama Menara Poeteri. Slogan koran ini mirip dengan slogan Bung Karno,
"Ini dadaku, mana dadamu". Koran ini banyak berbicara soal perempuan.
Meski begitu, sasaran pokoknya adalah memasukkan kesadaran pergerakan, yaitu
antikolonialisme, di tengah-tengah kaum perempuan.
Rasuna Said mengasuh rubrik "Pojok". Ia
sering menggunakan nama samaran: Seliguri, yang konon kabarnya merupakan nama
sebuah bunga. Tulisan-tulisan Rasuna dikenal tajam, kupasannya mengena sasaran,
dan selalu mengambil sikap lantang antikolonial.
Pada masa penjajahan Jepang, Rasuna Said merupakan
salah satu pendiri organisasi pemuda Nippon Raya. Dalam karir politiknya, HR
Rasuna Said pernah menjabat sebagai DPR RIS dan kemudian menjadi anggota Dewan
Pertimbangan Agung sejak tahun 1959 sampai meninggal. Rasuna Said diangkat
sebagai salah satu pahlawan nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden R.I.
No. 084/TK/Tahun 1974 tanggal 13 Desember 1974.
Untuk mengenang jasanya dalam memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia, nama HR Rasuna Said diabadikan sebagai salah satu nama
jalan protokol di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Sumber : http://majalahkartini.co.id
No comments:
Post a Comment