Monday, 23 May 2016

Pajonga Daeng Ngalle - Pendiri Laskar Gerakan Muda Bajoang

Pajonga Daeng Ngalle lahir di Takalar, Sulawesi Selatan, 1901 adalah seorang pahlawan nasional dan juga seorang Karaeng (kepala pemerintahan distrik) Polongbangkeng pada tahun 1934. Ayahnya bernama Hajina Daeng Massaung Karaeng Ilangari Mangkura dan ibunya bernama Hapipah Daeng Ngintang.
 
Dalam dirinya terdapat jiwa dan semangat yang besar. Berpendirian teguh, ikhlas, jujur dan sangat terbuka terhadap siapapun yang membutuhkannya. Ia juga seorang muslim yang sangat taat beribadah, seorang yang nasionalis dan sangat menginginkan kemerdekaan bangsa dan negaranya.

Terbukti pada bulan Oktober 1945 bersama bangsawan lain seperti : (Andi Mappayuki) Bone, Andi Jemma dari Lawu, Andi Bau Massape (Sup pare-pare) Andi Pengeran Pellarani mengikuti konprensi raja-raja se-Sulawesi Selatan di Yogya, konprensi merumuskan satu resolusi mendukung pemerintah RI di Sulawesi sebagai satu-satunya pemerintah yang sah dibawah Gubernur Ratulangi. Raja Pajonga Daeng Ngalle mengumumkan polombangkeng sebagai wilayah de facto Negara RI.

Dengan resolusi ini, pupus sudah strategi devide et impera (membagi dan menguasai) atau lebih dikenal  dengan politik adu domba Belanda terhadap bangsa Indonesia di Sulawesi.

Menghadapi pemerintah Belanda yang ingin mengembalikan pemerintah jajahannya Pajonga Daeng menjadikan Plombangkeng sebagai pusat gerakan menggantikan posisi Makasar yang pada saat itu sudah tidak aman, polombangkeng menjadi pusat bersatunya para tokoh pemuda perjuangan dari Makassar, Takalor, Gowa, Banteng.

Untuk mempertahankan proklamasi Pajonga Daeng Ngalle membentuk laskar gerakan muda bajoang sebagai wadah perjuangan bersenjata yang di ketuai sendiri, hal ini menunjukan Karaeng Pajonga memiliki karakter pejuang yang tidak mau kompromi dengan pejajah belanda.

Pada bulan Juli 1946 ketika Van Mook melakukan Konferensi Malino untuk membentuk negara boneka Indonesia Timur (NIT), maka laskar lipan bajoang Pajonga Daeng Ngalle melaksanakan konferensi antar laskar se-Sulawesi Selatan, guna menyatukan, visi  strategis dan kekuatan perjuangan yang hadir 19 laskar membentuk LAPRIS (Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi) dengan panglimanya Ranggong Daeng Romo Sekretaris Jenderal Robert Walter Monginsidi.

Pada tanggal 12 Februari 1948 diutuslah satu delegasi untuk membicarakan rencana itu dengan Pimpinan KNIL dan NEFIS di Makassar. Rencana itu dinyatakan diterima dan sebagai realisasinya, maka pada tanggal 13 Februari 1948 semua anggota keluarga yang berjumlah 154 orang dari pemimpin-pemimpin kelaskaran Lipan Bajeng yang ditawan di Pangkajene dikembalikan ke Polombangkeng. Pajonga bersama seluruh pimpinan dan anggota pasukan Laskar Lipan Bajeng diminta ke Makassar untuk pertemuan dan pembicaraan lebih lanjut. Namun, kedatangan mereka itu disambut dengan penangkapan dan langsung dijebloskan ke dalam penjara.

Ia dibebaskan dari semua tuntutan dan bebas dari tahanan berkenaan dengan Pengakuan/Penyerahan Kedaulatan dari Kerajaan Belanda kepada RIS pada tanggal 27 Desember 1949.

Karaeng Polombangkeng Pajonga Daeng Ngalle meninggal hari Selasa tanggal 2 Februari 1958, dikebumikan tanggal 3 Februari 1958.

Atas jasa-jasa beliau, pemerintah RI menganugerahi Gelar Pahalawan Nasional dengan Keputusan Presiden RI Nomor : 085/TK/Tahun 2006 tanggal 3 November 2006.



 Dari berbagai sumber.

No comments:

Post a Comment