Sukarni
Kartodiwirjo. Mungkin tidak banyak yang kenal dengan nama ini. Beliau adalah tokoh
pejuang kemerdekaan dan Pahlawan Nasional Indonesia. Gelar Pahlawan Nasional
Indonesia disematkan oleh Presiden Joko Widodo, pada 7 November 2014 berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 64/TK/Tahun 2014 tanggal 11 Agustus 2014 dan Nomor 115/TK/Tahun
2014 tanggal 6 November 2014.
Sukarni Kartodiwirjo lahir 14 Juli 1916 di Desa
Sumberdiren, Kecamatan Garum, Blitar, Jawa Timur. Anak keempat dari sembilan
bersaudara ini meruapakan putera dari pasangan suami – istri, Kartodiwirjo dan Supiah.
Melalui gurunya Moh. Anwar yang juga tokoh pergerakan
Indonesia, Sukarni belajar mengenai nasionalisme,
saat bersekolah di Mardiswo Blitar. Karena rasa nasionalisme ini, ia sangat
membenci Belanda. Dia sering berkelahi dan menantang orang Belanda. Bersama
teman-temannya, Sukarni suka mengirimkan surat tantangan ke anak muda Belanda
untuk berkelahi. Tantangan itu diterima oleh anak anak Belanda dan akhirnya
terjadilah tawuran besar di kebun raya Blitar waktu itu. Tawuran tersebut dimenangkan
oleh Sukarni dan teman-teman.
Salah satu perjuangan Sukarni untuk kemerdekaan
Indonesia dikenal dengan peristiwa Rengasdengklok. Peristiwa ini dipicu karena Jepang
kalah telak dari negara sekutu. Hal itu membuat kaum muda berinisiatif agar
secepat mungkin mendeklarasikan kemerdekaan bangsa Indonesia, tetapi golongan
tua lebih memilih menantikan perintah dari Jepang. Alhasil, Soekarno dan
bung Hatta pun “diculik” oleh Sukarni bersama teman-temannya menuju ke
Rengasdengklok dengan tujuan melindungi Soekarno dari intimidasi Jepang. Daerah
Rengasdengklok dipilih sebab jauh dari jangkauan Jepang
Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 16
Agustus 1945 pukul 03.00. WIB, Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok,
Karawang,
untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia. Namun Soekarno-Hatta menolak.
Akhirnya semua pihak kemudian
bersepakat bahwa proklamasi kemerdekaan akan
segera dilakukan pada 17 Agustus1945.
Setelah Proklamasi, Sukarni menghimpun
kekuatan pemuda mendukung pemerintah Republik Indonesia. Pada 3 September 1945
memprakarsai pengambialihan Jawatan Kereta Api, bengkel Manggarai dan
stasiun-stasiun kereta api lainnya; juga memprakarsai pengambilalihan angkutan
umum dalam kota dan stasiun radio. Pada 19 September 1945 Sukarni dan
kawan-kawan menyelenggarakan “rapat raksasa” di lapangan Ikada. Rapat ini
menunjukkan kebulatan tekad rakyat mendukung Proklamasi 17 Agustus 1945 dan
mendesak mengambilalih kekuasaan dari Pemerintah Jepang.
Tercatat , sejak tahun 1961- Maret 1964, Sukarni
menjadi Duta
Besar Indonesia di Peking, ibukota RRT (Republik Rakyat Tiongkok. Dia juga
pernah ditunjuk sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung pada 1967. Sukarni
wafat tanggal 7 Mei 1971, dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Dari Berbagai Sumber.
No comments:
Post a Comment