Monday, 30 May 2016

Sultan Agung Hanyokrokusumo - Raja Ketiga Mataram


Sultan Agung Hanyokrokusumo lahir di Kutagede, Kesultanan Mataram pada tahun 1593. Ia terlahir dengan nama Raden Mas Jatmika. Sultan Agung merupakan Raja ke-tiga Kesultanan Mataram, masa pemerintahannya tahun 1613-1645. Sultan Agung adalah putera dari Raja kedua Mataram Prabu Hanyakrawati dan ibu Ratu Mas Adi Dyah Banawati. Ibunya  adalah putri Pangeran Benawa, raja Pajang.

Berdasarkan catatan sejarah, Sultan Agung adalah penguasa lokal pertama yang kali mengorganisir perlawanan terhadap Belanda secara teratur dan besar-besaran. Dalam masa pemerintahannya, Mataram mengalami kemajuan yang sangat pesat. Setidaknya ada 3 kemajuan utama yang dicapai, yaitu bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya.

Kemajuan politik yang dicapai yaitu Mataram menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada saat itu. Ia berhasil berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa.  Wilayah kekuasaannya meliputi Gresik, Jaratan, Pamekasan, Sumenep, Sampang, Pasuruhan, kemudian Surabaya.

Mataram adalah kerajaan yang bercorak agraris. Daerah ini sangat subur karena dikelilingi pegunungan dan gunung-gunung seperti Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi-Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu. Daerah ini juga dialiri oleh banyak sungai, seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai Bengawan Solo.Pada jaman pemerintahan Sultan Agung, Mataram mampu meningkatkan produksi beras dengan memanfaatkan sungai-sungai di atas sebagai irigasi. Selain dari hasil pertanian, perkembangan ekonomi juga dicapai berkat penguasaan daerah tersebut diatas. Mataram juga berkembang di bidang pelayaran dan perdagangan. 

Pada masa pemerintan Sultan Agung, sosial budaya juga mengalami perkembangan seperti seni bangunan, tari, ukir,  lukis, dan  patung. Para seniman didorong untuk berkreasi,   misalnya  terlihat   pada   pembuatan gapura-gapura, serta ukir-ukiran di istana dan tempat ibadah. Tarian yang terkenal adalah Tari Bedoyo Ketawang. Ia juga memadukan unsur-unsur budaya Islam dengan budaya Hindu-Jawa.  Ia memprakarsai perayaan sekaten dan sampai saat ini masih dilestarikan di Keraton Yogyakarta dan Surakarta. 

Awal abad ke-17 Belanda melalui VOC sudah masuk ke tanah jawa dan menduki beberapa wilayah, salah satunya Jayakarta. Belanda pun mengganti namanya menjadi Batavia. Awalnya antara Mataram dengan VOC terjadi hubungan dagang. Sultan Agung sangat terbuka dengan hubungan tersebut, selama tidak mengganggu kedaulatan Mataram. Sedangkan di pihak VOC, hubungan dagang ini adalah sebagai langkah awal untuk menguasai. Inilah yang menjadi penyebab perseteruan VOC dengan Mataram.

Pada bulan April 1628, Sultan Agung  mengutus bupati Tegal, Kyai Rangga,  untuk melaksanakan negosiasi damai dengan VOC dengan syarat-syarat tertentu dari Mataram. Pihak VOC menolak. Hal ini membuat Sultan Agung berang dan ia pun menyatakan perang terhadap Belanda.

Dibawah pimpinan Tumenggung Bahureksa (Bupati Kendal), tanggal 27 Agustus 1628, pasukan Mataram tiba di Batavia untuk melakukan penyerangan terhadap VOC. Pasukan kedua dikirim bulan Oktober di bawah pimpinan Pangeran Mandurareja yang merupakan cucu Ki Juru Martani. Total pasukan yang dikirim adalah 10.000. Pasukan Mataram mengalami kekalahan karena kurangnya perbekalan.

Sultan Agung merencanakan penyerangan kedua. Pada bulan Mei dan Juni 1629, Sultan Agung mengirimkan total 14.000. Pimpinan pasukan tersebut adalah Adipati Ukur, Adipati Juminah. Sultan Agung tidak ingin gagal. Ia mengevaluasi kegagalan serangan pertama. Ia pun  memerintahkan supaya dibangun lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Tapi VOC mengetahui rencana tersebut dan lumbung-lumbung tersebut dimusnahkan oleh VOC, sehingga kekalahan kedua pun harus diterima.

Sultan Agung tidak pernah berdamai dengan Belanda walau sampai akhir hayatnya. la meninggal dunia pada tahun 1645. Jenazahnya dikebumikan di Astana Imogiri. Sultan Agung yang memerintahkan pembangunan Astana Imogiri di Bantul sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja kesultanan Mataram. Dia menjadi penghuni pertama Istana Imogiri. Ia juga menuliskan serat Sastra Gending sebagai tuntunan hidup trah Mataram. Setelah meninggal putranya yang bernama Raden Mas Sayidin menggantikannya sebagai raja Mataram selanjutnya, dengan gelar Amangkurat I.

Atas jasa-jasa dan perjuangannya Sultan Agung dianugerhi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.

Dari Berbagai Sumber




No comments:

Post a Comment