Kabinet Hatta pertama dibentuk oleh Mohammad Hatta
atas perintah Presiden Soekarno. Kabinet ini dibentuk tanggal 23 Januari 1948,
setelah pada hari yang sama Kabinet
Amir Sjarifuddin II dibubarkan. Kabinet Hatta ini bertugas dari tanggal
29 Januari 1948 – 4 Agustus 1949. Salah satu menterinya pada saat itu adalah
Supeno. Ia menjabat sebagai Menteri
Pembangunan/Pemuda.
Supeno lahir di Pekalongan tanggal 12 Juni 1916. Ayahnya,
Sumarno, adalah seorang pegawai di stasiun kereta api Tegal. Ia menikahi gadis
bernama Kamsitin Wasiyatul Khakiki,
putera keluarga Danusiswoyo, penilik Pendidikan Masyarakat di Purbalingga.
Pasangan ini dikaruniai seorang puteri, Yudyaningsih Supeni Rokutiningsih. Supeno
wafat 24 Februari 1949
Supeno mulai memasuki jenjang pendidikan di Sekolah
dasar berbahasa belanda H.I.S, lalu melanjut ke MULO, Sekolah Menengah Petama.
Untuk Sekolah Menengah atasnya dia teruskan di AMS, Semarang.
Setelah lulus dari AMS, Supeno melanjut ke sekolah Technische Hogeschool di Bandung yang sekarang
menjadi ITB. Ia hanya dua tahun di THS. Kemudian ia pun melanjutkan
pendidikannya ke Sekolah Tinggi Hukum (Recht Hogeschool) di Jakarta. Ia tinggal di asrama BAPERPI, Jalan Cikini Raya 7. Baperpi (Badan Permusyawaratan Pelajar-Pelajar Indonesia) adalah penggabungan tiga
perkumpulan mahasiswa, salah satunya Perkumpulan Pelajar-Pelajar
Indonesia (PPPI). Supeno diangkat menjadi ketua Baperpi ini.
Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan agresi
militer kedua atau disebut juga operasi gagak. Belanda berhasil menduduki ibu
kota Indonesia pada saat itu, Yogyakarta. Belanda melakukan penangkapan dan
pengasingan terhadap Soekarno – Hatta serta terhadap beberapa pejabat
pemerintahan lainnya. Sementara Jenderal Soedirman yang pada saat itu sedang
sakit bergerak masuk hutan, memimpin TNI untuk bergerilya.
Supeno sendiri juga ikut bergerilya. Setelah
berbulan-bulan bergerilya, Supeno dan rombongannya tertangkap Belanda di Desa Ganter, Nganjuk. Ketika itu ia hendak mandi ke
pancuran. Supeno dipaksa berjongkok dan Belanda menginterogasinya. Supeno
ditembak ditempat karena Belanda tidak percaya atas jawaban Supeno yang
menyatakan bahwa ia adalah penduduk setempat. Ajudan Supeno, Mayor Samudro juga
ditembak mati.
Supeno pun kemudian dimakamkan di Nganjuk. Setahun
kemudian dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
Atas jasa-jasanya, Supeno dianugerahi gelar Pahlawan
Nasional berdasarkan SK Presiden RI No.039/TK/Tahun 1970 tanggal 13 Juli 1970.
Dari Berbagai Sumber
No comments:
Post a Comment