Thursday, 12 May 2016

Sultan Hasanuddin - Ayam Jantan dari Timur



Sultan Hasanuddin lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 dan meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun, adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Setelah memeluk agama Islam, ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. dia diangkat menjadi Sultan ke 6 Kerajaan Gowa dalam usia 24 tahun (tahun 1655). Sementara itu Belanda memberinya gelar de Haav van de Oesten alias Ayam Jantan dari Timur karena kegigihannya dan keberaniannya dalam melawan Kolonial Belanda. Sultan Hasanuddin, merupakan putera kedua dari Sultan Malikussaid, Raja Gowa ke-15. Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa, ketika Belanda yang diwakili Kompeni sedang berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah. 

Gowa merupakan kerajaan besar di wilayah timur Indonesia yang menguasai jalur perdagangan. Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, Kompeni berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil menundukkan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik takhta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni.

PERANG MAKASAR
Konfrontasi Belanda-Hasanuddin menyulut perang terbuka di antara kedua kekuatan tersebut. Pada tahun 1633, Belanda mengepung pelabuhan Makasar dengan jalan blokade dan sabotase, tetapi sia-sia. Sebab kekuatan pasukan Sultan Hasanuddin mampu mendobrak blokade itu dan mematahkan semua sabotase yang dilakukan Belanda.

Kegagalan ini mendorong pihak Belanda mengadakan damai dengan Sultan. Kemudian pada tahnn 1654 sekali lagi Belanda-Kristen mengerahkan armadanya yang besar untuk menyerang Makasar. Pertempuran berkobar dengan dahsyat, tetapi berkat keberanian tentara Islam Hasanuddin berhasil memukul mundur dan memporakperandakan armada Belanda-Kristen. Dan untuk kesekian kalinya Belanda mengajak damai dengan Sultan.

Dari kegagalan penyerangan yang kedua ini, Belanda mempelajari dengan sungguhsungguh tentang kondisi psikologis dan politik Kesultanan Hasanuddin. Akhirnya didapatkan bahwa kekuasaan Sultan Hasanuddin Makassar sangat tidak disenangi oleh sultan-sultan bawahannya dari Bugis. Ketidak-senangan ini dipergunakan sebaikbaiknya oleh Belanda dengan jalan mengundang Aru Palaka, Sultan Bugis di Bone untuk datang ke Batavia dalam rangka kerjasama, politik dan militer. Pertemuan antara Aru Palaka dengan Gubernur Jenderal Brouwer menghasilkan perjanjian kerjasama politik-militer, yaitu Aru Palaka dan Belanda akan bersama-sama menyerang Makasar; dan jika serangan ini berhasil mengalahkan Makasar, maka Aru Palaka akan diangkat menjadi Sultan Bugis di Bone secara penuh dan bersahabat hanya dengan Belanda. Pada tahun 1666 armada laut Belanda yang berkekuatan 20 buah kapal dengan prajurit 600 orang, dibawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman menyerang pasukan Makasar dari laut dan pasukan Aru Palaka Bone yang dipersenjatai oleh Belanda menyerang dari arah darat melalui Sopeng.

Menghadapi serangan dari dua jurusan pasukan Sultan Hasanuddin bertekad bulat untuk mati syahid, mempertahankan Islam dan kehormatan kaum muslimin. Pertempuran dahsyat terjadi, perang tanding antara pasukan Makasar dengan pasukan Aru Palaka berjalan sangat mengerikan dan pasukan Belanda secara gencar menembakkan meriam-meriamnya dari laut, sehingga korban berjatuhan tak terhingga banyaknya, terutama di pihak pasukan Makasar. Dalam kondisi yang demikian, Sultan Hasanuddin mengundurkan pasukannya sambil melakukan konsolidasi yang lebih baik. Setelah konsolidasi dilakukan, pertempuran dimulai lagi dengan penuh semangat mati syahid. Tetapi karena kekuatan tak seimbang, baik dalam bentuk jumlah pasukan maupun persenjataan, akhirnya pada tahun 1667 menyerahlah Sultan Hasanuddin. Penyerahan Sultan ini tertuang dalam "Perjanjian Bongaya". Dalam isi perjanjian ini disebutkan bahwa daerah-daerah taklukan Sultan Hasanuddin seperti Ternate, Sumbawa dan Buton kepada Belanda. Aru Palaka menjadi Sultan di Bone dengan daerah yang lebih luas dan senantiasa dalam perlindungan Belanda. Sedangkan Sultan Hasanuddin hanya memperoleh daerah Goa dan kota Makasar saja.

Kekalahan Makasar ini, mengakibatkan banyak di antara para pejuang dan panglima pasukan Sultan Hasanuddin ini yang berhijrah ke Jawa, seperti Kraeng Galesong dengan pasukannya yang menggabungkan diri dengan Trunojoyo di Jawa Timur dan sebagian lagi dibawah seorang ulama besar Syekh Yusuf menggabungkan diri dengan pasukan Sultan Ageng Tirtayasa di Banten dalam melawan Belanda.


Sultan Hasanuddin atau bernama I Mallombasi Daeng Matawang adalah seorang pahlawan Nasional yang dengan gigih menentang penjajah Belanda. Makam Sultan Hasanuddin terletak di komplek pemakaman raja-raja Gowa di Katangka Somba Opu Gowa Sulawesi Selatan. Di tempat yang sama dimakamkan pula Sultan Alauddin (Raja yang mengembangkan agama Islam pertama di Kerajaan Gowa) dan disebelah kiri depan komplek makam, terdapat lokasi tempat pelantikan raja Gowa yang bernama Batu Pallantikan. Dari  tulisan yang terukir di makamnya, beliau lahir tahun 1629, menjadi raja tahun 1652, meletakkan jabatan tahun 1668 dan wafat tanggal 12 Juni 1670. Dimakamnya  tertera nama Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe Mohammad Bakir yang merupakan nama kecil Sultan Hasanuddin.

Sumber : www.katailmu.com

No comments:

Post a Comment