Slamet Riyadi lahir di Donokusuman, Solo, pada tanggal 28 Mei 1926
dengan nama Soekamto. Semasa kecil ia
sering sakit sehingga orang tuanya memberikan nama Slamet Riyadi. . Slamet
Riyadi adalah putra dari Idris Prawiropralebdo, seorang perwira anggota legiun
Kasunanan Surakarta. Karakter yang sangat menonjol dari sosok Slamet Riyadi
adalah kecakapan dan keberaniannya, terutama setelah Jepang bertekuk lutut dan
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Slamet
Riyadi punya jasa besar di dalam pembentukan pasukan khusus TNI AD atau
yang lebih kita kenal dengan nama Kopassus.
Slamet Riyadi menempuh pendidikan dasar di sekolah milik Belanda Hollandsch-Inlandsche
Schooll Ardjoeno, dan sekolah menengah di Sekolah Menengah
Mangkoenegaran. Beliau kemudian masuk kesekolah tinggi pelayaran di masa
pendudukan Jepang dan mendapat ijazah sebagai ahli navigasi. Dengan berbekal
ijazah navigasi tersebut ia akhirnya
menjadi navigator kapal kayu yang berlayar antarpulau di Nusantara.
Jepang yang berniat menginvasi Indonesia pada tanggal 1 Maret 1942,
mendapatkan perlawanan dari pasukan Hindia-Belanda. Namun, kekuatan pasukan
Jepang yang dipersenjatai peralatan tempur canggih tidak mampu dibendung oleh
pasukan Hindia-Belanda, hingga akhirnya Solo berhasil dikuasai Jepang pada
tanggal 5 Maret 1942. Tak hanya Solo, bahkan kedigdayaan Jogjakarta akhirnya
jatuh di tangan Jepang dengan mudah. Karena invasi dan perlakuan Jepang yg
melahirkan kesengsaraan, ia mulai terpanggil hatinya & menjadi awal kiprah
patrotismenya. Slamet Riyadi berhasil menggalang para pemuda, menghimpun
kekuatan pejuang dari pemuda-pemuda terlatih eks Peta/Heiho/Kaigun dan
merekrutnya dalam kekuatan setingkat Batalyon , yang dipersiapkan untuk
mempelopori perebutan kekuasaan politik dan militer di kota Solo dari tangan
Jepang ( Slamet Riyadi diangkat sebagai Komandan Batalyon Resimen I Divisi X ).
Ia mulai melakukan aksi balasan, misalnya saja dengan
melarikan kapal kayu Jepang pada tahun1945. Karena aksinya tersebut, ia menjadi
orang yang sangat diburu pihak Jepang, khususnya Ken Pei Tai (polisi militer
Jepang). Tapi usaha Ken Pei Tai ini tidak pernah berhasil bahkan sampai
Indonesia merdeka.
Setelah Jepang berhasil diusir dari Indonesia, Belanda berupaya untuk kembali menjajah
Indonesia. Dalam perkembangannya, Slamet Riyadi kemudian diangkat menjadi
komandan Batalyon XIV dibawah divisi IV. Panglima Divisi IV adalah Mayor Jenderal Soetarto dan divisi ini dikenal dengan nama Divisi
Panembahan Senopati. Batalyon XIV, yang mana pasukannya
terkenal dengan sebutan anak buah ‘Pak Met’ merupakan kesatuan militer yang dibanggakan,
karena selama agresi Belanda II, pasukannya sangat aktif melakukan serangan
gerilya terhadap kedudukan militer Belanda. Pertempuran demi pertempuran
membuat sulit pasukan Belanda dalam menghadapi taktik gerilya yang dijalankan
Slamet Riyadi.
Namanya mulai disebut-sebut karena hampir di-setiap
peristiwa perlawanan di kota Solo selalu berada dalam komandonya. Sewaktu pecah
pemberontakan PKI-Madiun, batalyon Slamet Riyadi sedang berada diluar kota
Solo, yang kemudian diperintahkan secara langsung oleh Gubernur Militer II -
Kolonel Gatot Subroto untuk melakukan penumpasan ke arah Utara, berdampingan
dengan pasukan lainnya, operasi ini berjalan dengan gemilang.
Dalam perang kemerdekaan II, Slamet Riyadi
dinaikkan pangkatnya menjadi Letnan Kolonel, dengan jabatan baru Komandan
"Wehrkreise I" (Panembahan Senopati )yang meliputi daerah gerilya
Karesidenan Surakarta, dan dibawah komando Gubernur Militer II pada Divisi II,
Kolonel Gatot Subroto.
Tak lama setelah berakhirnya perang, Republik Maluku
Selatan (RMS) mendeklarasikan kemerdekaannya dari Indonesia yang
baru lahir. Slamet Riyadi ditugaskan untuk menumpas pemberontakan Kapten Abdul Aziz
di Makassar dan Republik Maluku Selatan (RMS) yang dipelopori oleh Dr. Soumokil
dan kawan-kawan. Slamet Riyadi dikirim ke garis depan pada tanggal 10 Juli 1950
sebagai bagian dari Operasi
Senopati.Untuk merebut kembali Pulau Ambon, Slamet Riyadi membawa setengah
pasukannya dan menyerbu pantai timur, sedangkan sisanya ditugaskan untuk
menyerang dari pantai utara. Meskipun pasukan kedua mengobarkan perlawanan
dengan sengit, pasukan Riyadi mampu mengambil alih pantai tanpa perlawanan;
mereka kemudian mendaratkan lebih banyak infanteri dan perlengkapan
Pada tanggal 4 November 1950, ketika Slamet Riyadi dan
pasukannya sedang berusaha menumpas pemberontakan RMS di gerbang benteng
Victoria, Ambon, ia tertembak dan gugur.
Atas jasa-jasanya, Slamet Riyadi dianugerahi gelar Pahlawan Nasional
melalui SK Presiden : Keppres No. 066/TK/2007,
Tgl. 6 November 2007.
Dari Berbagai Sumber
No comments:
Post a Comment