Thursday, 26 May 2016

Slamet Riyadi - Penggagas Kopasus

Slamet Riyadi lahir di Donokusuman, Solo, pada tanggal 28 Mei 1926 dengan nama Soekamto. Semasa kecil  ia sering sakit sehingga orang tuanya memberikan nama Slamet Riyadi. . Slamet Riyadi adalah putra dari Idris Prawiropralebdo, seorang perwira anggota legiun Kasunanan Surakarta. Karakter yang sangat menonjol dari sosok Slamet Riyadi adalah kecakapan dan keberaniannya, terutama setelah Jepang bertekuk lutut dan kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Slamet Riyadi punya jasa besar di dalam pembentukan pasukan khusus TNI AD atau yang lebih kita kenal dengan nama Kopassus.

Slamet Riyadi menempuh pendidikan dasar di sekolah milik Belanda Hollandsch-Inlandsche Schooll Ardjoeno, dan sekolah menengah di Sekolah Menengah Mangkoenegaran. Beliau kemudian masuk kesekolah tinggi pelayaran di masa pendudukan Jepang dan mendapat ijazah sebagai ahli navigasi. Dengan berbekal ijazah navigasi tersebut  ia akhirnya menjadi navigator kapal kayu yang berlayar antarpulau di Nusantara.

Jepang yang berniat menginvasi Indonesia pada tanggal 1 Maret 1942, mendapatkan perlawanan dari pasukan Hindia-Belanda. Namun, kekuatan pasukan Jepang yang dipersenjatai peralatan tempur canggih tidak mampu dibendung oleh pasukan Hindia-Belanda, hingga akhirnya Solo berhasil dikuasai Jepang pada tanggal 5 Maret 1942. Tak hanya Solo, bahkan kedigdayaan Jogjakarta akhirnya jatuh di tangan Jepang dengan mudah. Karena invasi dan perlakuan Jepang yg melahirkan kesengsaraan, ia mulai terpanggil hatinya & menjadi awal kiprah patrotismenya. Slamet Riyadi berhasil menggalang para pemuda, menghimpun kekuatan pejuang dari pemuda-pemuda terlatih eks Peta/Heiho/Kaigun dan merekrutnya dalam kekuatan setingkat Batalyon , yang dipersiapkan untuk mempelopori perebutan kekuasaan politik dan militer di kota Solo dari tangan Jepang ( Slamet Riyadi diangkat sebagai Komandan Batalyon Resimen I Divisi X ). 

Ia mulai melakukan aksi balasan, misalnya saja dengan melarikan kapal kayu Jepang pada tahun1945. Karena aksinya tersebut, ia menjadi orang yang sangat diburu pihak Jepang, khususnya Ken Pei Tai (polisi militer Jepang). Tapi usaha Ken Pei Tai ini tidak pernah berhasil bahkan sampai Indonesia merdeka.

Setelah Jepang berhasil diusir dari Indonesia,  Belanda berupaya untuk kembali menjajah Indonesia. Dalam perkembangannya, Slamet Riyadi kemudian diangkat menjadi komandan Batalyon XIV dibawah divisi IV. Panglima Divisi IV adalah Mayor Jenderal Soetarto dan divisi ini dikenal dengan nama Divisi Panembahan Senopati.  Batalyon XIV, yang mana pasukannya terkenal dengan sebutan anak buah ‘Pak Met’ merupakan kesatuan militer yang dibanggakan, karena selama agresi Belanda II, pasukannya sangat aktif melakukan serangan gerilya terhadap kedudukan militer Belanda. Pertempuran demi pertempuran membuat sulit pasukan Belanda dalam menghadapi taktik gerilya yang dijalankan Slamet Riyadi. 

Namanya mulai disebut-sebut karena hampir di-setiap peristiwa perlawanan di kota Solo selalu berada dalam komandonya. Sewaktu pecah pemberontakan PKI-Madiun, batalyon Slamet Riyadi sedang berada diluar kota Solo, yang kemudian diperintahkan secara langsung oleh Gubernur Militer II - Kolonel Gatot Subroto untuk melakukan penumpasan ke arah Utara, berdampingan dengan pasukan lainnya, operasi ini berjalan dengan gemilang.

Dalam perang kemerdekaan II, Slamet Riyadi dinaikkan pangkatnya menjadi Letnan Kolonel, dengan jabatan baru Komandan "Wehrkreise I" (Panembahan Senopati )yang meliputi daerah gerilya Karesidenan Surakarta, dan dibawah komando Gubernur Militer II pada Divisi II, Kolonel Gatot Subroto.

Tak lama setelah berakhirnya perang, Republik Maluku Selatan (RMS) mendeklarasikan kemerdekaannya dari Indonesia yang baru lahir. Slamet Riyadi ditugaskan untuk menumpas pemberontakan Kapten Abdul Aziz di Makassar dan Republik Maluku Selatan (RMS) yang dipelopori oleh Dr. Soumokil dan kawan-kawan. Slamet Riyadi dikirim ke garis depan pada tanggal 10 Juli 1950 sebagai bagian dari Operasi Senopati.Untuk merebut kembali Pulau Ambon, Slamet Riyadi membawa setengah pasukannya dan menyerbu pantai timur, sedangkan sisanya ditugaskan untuk menyerang dari pantai utara. Meskipun pasukan kedua mengobarkan perlawanan dengan sengit, pasukan Riyadi mampu mengambil alih pantai tanpa perlawanan; mereka kemudian mendaratkan lebih banyak infanteri dan perlengkapan

Pada tanggal 4 November 1950, ketika Slamet Riyadi dan pasukannya sedang berusaha menumpas pemberontakan RMS di gerbang benteng Victoria, Ambon, ia tertembak dan gugur.

Atas jasa-jasanya, Slamet Riyadi dianugerahi gelar Pahlawan Nasional melalui SK Presiden : Keppres No. 066/TK/2007, Tgl. 6 November 2007.

Dari Berbagai Sumber


No comments:

Post a Comment