BIODATA
Nama :
Letnan Jenderal Anumerta M.T. Haryono
Lahir :
Srabaya, 20 Januari 1924
Gugur :
Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965
Dimakamkan :
Taman Makam Pahlawan Kalibata,
Jakarta
Agama :
Islam
Pendidikan
Umum:
- ELS
(setingkat Sekolah Dasar)
- HBS
(setingkat Sekolah Menengah Umum)
- Ika Dai
Gakko (Sekolah Kedokteran masa pendudukan Jepang)
Karier
Militer:
- Deputy III
Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad)
- Direktur
Intendans Angkatan Darat
- Atase
Militer RI di Negara Belanda (tahun 1950)
- Sekretaris
Delegasi Militer Indonesia pada Konferensi Meja Bundar (KMB)
- Sekretaris
Delegasi RI dalam perundingan dengan Inggris dan Belanda
- Wakil
Tetap pada Kementerian Pertahanan Urusan Gencatan Senjata
- Sekretaris
Dewan Pertahanan Negara
- Bekerja di
Kantor Penghubung
- Masuk
Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
Tanda Penghormatan : Pahlawan Revolusi
BIOGRAFI
Letnan
Jenderal TNI Anumerta Mas Tirtodarmo Haryono lahir di Surabaya, 20 Januari 1924 merupakan
salah satu dari dari Tujuh Pahlawan Revolusi, sebelumnya memperoleh pendidikan
di ELS
(setingkat Sekolah Dasar) kemudian diteruskan ke HBS (setingkat Sekolah
Menengah Umum).
Setamat dari HBS, ia sempat masuk Ika Dai Gakko (Sekolah Kedokteran masa pendudukan
Jepang) di Jakarta, namun tidak sampai tamat.
Seorang perwira yang fasih
berbicara dalam bahasa
Belanda, Inggris, dan Jerman. Kemampuannya itu membuat dirinya menjadi perwira
penyambung lidah yang sangat dibutuhkan dalam berbagai perundingan. Perwira
kelahiran Surabaya ini pernah menjadi Sekretaris Delegasi Militer Indonesia
pada Konferensi
Meja Bundar, Atase Militer RI untuk Negeri Belanda dan terakhir sebagai Deputy
III Menteri/
Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad). Ketika kemerdekaan RI diproklamirkan, ia yang sedang berada di Jakarta segera bergabung dengan pemuda lain untuk
berjuang mempertahankan kemerdekaan. Perjuangan itu sekaligus dilanjutkannya
dengan masuk Tentara Keamanan
Rakyat (TKR). Awal pengangkatannya, ia memperoleh pangkat Mayor.
Selama
terjadinya perang mempertahankan kemerdekaan yakni antara tahun 1945 sampai tahun 1950,
ia sering dipindahtugaskan. Pertama-tama ia ditempatkan di Kantor Penghubung, kemudian
sebagai Sekretaris Delegasi RI dalam perundingan dengan Inggris dan Belanda.
Suatu kali ia juga
pernah ditempatkan sebagai Sekretaris Dewan Pertahanan Negara dan di lain waktu sebagai
Wakil Tetap pada Kementerian Pertahanan Urusan Gencatan Senjata. Dan ketika diselenggarakan
Konferensi Meja Bundar (KMB), ia merupakan Sekretaris Delegasi Militer Indonesia.
Tenaga M.T.
Haryono memang sangat dibutuhkan dalam berbagai perundingan antara pemerintah
RI dengan pemerintah Belanda maupun Inggris. Hal tersebut disebabkan karena kemampuannya
berbicara tiga bahasa internasional yakni bahasa Inggris, Belanda, dan Jerman. Terakhir
ketika ia menjabat Deputy III Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad), pengaruh PKI
juga sedang marak di Indonesia. Partai yang merasa dekat dengan Presiden Soekarno dan
sebagian rakyat itu semakin hari semakin berani bahkan semakin merajalela.
Ide-ide yang
tidak populer dan mengandung resiko tinggi pun sering dilontarkan oleh partai
komunis itu. Seperti ide untuk mempersenjatai kaum buruh dan tani atau yang
disebut dengan
Angkatan Kelima. Ide tersebut tidak disetujui oleh sebagian besar perwira AD
termasuk oleh M.T.
Haryono sendiri dengan pertimbangan adanya maksud tersembunyi
di balik itu yakni mengganti ideologi Pancasila menjadi komunis. Di samping
itu, pembentukan
Angkatan Kelima tersebut sangatlah memiliki resiko yang sangat tinggi. Namun
karena
penolakan itu pula, dirinya dan para perwira lain dimusuhi dan menjadi target pembunuhan
PKI dalam pemberontakan Gerakan 30 September 1965.
Pada tanggal
1 Oktober 1965 dinihari, Letjen. TNI Anumerta M.T. Haryono bersama enam perwira
lainnya yakni: Jend. TNI Anumerta Achmad Yani; Letjen. TNI Anumerta Suprapto;
Letjen.TNI Anumerta S Parman; Mayjen. TNI Anumerta D.I. Panjaitan; Mayjen. TNI Anumerta
Sutoyo S; dan Kapten CZI TNI Anumerta Pierre Tendean berhasil diculik kemudian dibunuh
secara membabi buta dan jenazahnya dimasukkan ke sumur tua di daerah Lubang
Buaya tanpa
prikemanusiaan.
M.T. Haryono yang tewas karena mempertahankan Pancasila itu
gugur sebagai
Pahlawan Revolusi. Ia kemudian dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata. Sebagai
penghargaan atas jasa-jasanya, pangkatnya yang sebelumnya masih Mayor Jenderal kemudian
dinaikkan satu tingkat menjadi Letnan Jenderal.
Untuk
menghormati jasa para Pahlawan Revolusi sekaligus untuk mengingatkan bangsa ini akan
peristiwa penghianatan PKI tersebut, dengan demikian diharapkan peristiwa yang
sama tidak akan
terulang kembali, maka oleh pemerintahan Soeharto ditetapkanlah tanggal 1
Oktober setiap
tahunnya sebagai hari Kesaktian Pancasila sekaligus sebagai hari libur nasional.
Dan di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur di depan sumur tua tempat jenazah
ditemukan, dibangunlah Tugu Kesaktian Pancasila sebagai tugu peringatan yang
berlatar belakang patung ketujuh Pahlawan Revolusi tersebut.
No comments:
Post a Comment