BIODATA
Nama: Letnan
Jenderal Anumerta S. Parman
Lahir:
Wonosobo, Jawa Tengah, 4 Agustus 1918
Agama: Islam
Gugur :
Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965
Dimakamkan:
Taman Makam Pahlawan Kalibata,
Jakarta
Pendidikan
Umum Terakhir: Sekolah Tinggi Kedokteran
(tidak
tamat)
Pendidikan
Lain: Kenpei Kasya Butai
Pendidikan
Tentara: Military Police School, Amerika Serikat.
Pengalaman
Pekerjaan: Jawatan Kenpeitai
Karier
Militer:
- Tahun
1964, Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad)
- Tahun
1959, Atase Militer RI di London
- Staf di
Kementerian Pertahanan
- Maret
tahun 1950, Kepala Staf G
- Desember
tahun 1949 Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya.
- Tahun
1945, Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara (PT) di Yogyakarta
- Tentara
Keamanan Rakyat (TKR)
Tanda
Penghormatan: Pahlawan Revolusi
BIOGRAFI
Letjen.
Anumerta Siswondo Parman lahir di Wonosobo, Jawa Tengah, 4 Agustus 1918. Dia
merupakan salah satu dari tujuh pahlawan revolusi dan korban kebiadaban PKI.
Pria kelahiran
Wonosobo, Jawa Tengah ini merupakan perwira intelijen, sehingga banyak tahu tentang
kegiatan rahasia PKI karena itulah dirinya termasuk salah satu di antara para
perwira yang menolak
rencana PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani.Penolakan
yang membuatnya dimusuhi dan menjadi korban pembunuhan PKI.
Pendidikan umum yang pernah
diikutinya adalah sekolah tingkat dasar, sekolah menengah, dan Sekolah Tinggi Kedokteran.
Namun sebelum menyelesaikan dokternya, tentara Jepang telah menduduki Republik
sehingga gelar dokter pun tidak sampai berhasil diraihnya. Setelah
tidak bisa meneruskan sekolah kedokteran, ia sempat bekerja pada Jawatan Kenpeitai.
Di sana ia dicurigai Jepang sehingga ditangkap, namun tidak lama kemudian dibebaskan
kembali. Sesudah itu, ia malah dikirim ke Jepang untuk mengikuti pendidikan
pada Kenpei Kasya
Butai. Sekembalinya ke tanah air ia kembali lagi bekerja pada Jawatan
Kempeitai.
Awal
kariernya di militer dimulai dengan mengikuti Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
yaitu Tentara RI
yang dibentuk setelah proklamasi kemerdekaan. Pada akhir bulanDesember, tahun 1945, ia
diangkat menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara (PT) di Yogyakarta. Selama
Agresi Militer II Belanda, ia turut berjuang dengan melakukan perang gerilya.
Pada bulan
Desember tahun 1949 ia ditugaskan sebagai Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya. Salah
satu keberhasilannya saat itu adalah membongkar rahasia gerakan Angkatan Perang Ratu Adil
(APRA) yang akan melakukan operasinya di Jakarta di bawah pimpinan Westerling. Selanjutnya,
pada Maret tahun 1950, ia diangkat menjadi kepala Staf G. Dan setahun kemudian dikirim ke
Amerika Serikat untuk mengikuti pendidikan pada Military Police School. Sekembalinya
dari Amerika Serikat, ia ditugaskan di Kementerian Pertahanan untuk beberapa
lama kemudian diangkat menjadi Atase Militer RI di London pada tahun 1959.
Lima tahun
berikutnya yakni pada tahun 1964, ia diserahi tugas sebagai Asisten I
Menteri/Panglima Angkatan
Darat (Men/Pangad) dengan pangkat Mayor Jenderal. Ketika menjabat Asisten I Menteri/Panglima
Angkatan Darat (Men/Pangad) ini, pengaruh PKI juga sedang marak di Indonesia.
Partai Komunis ini merasa dekat dengan Presiden Soekarno dan sebagian rakyat
pun sudah
terpengaruh. Namun sebagai perwira intelijen, S. Parman sebelumnya sudah banyak mengetahui
kegiatan rahasia PKI. Maka ketika PKI mengusulkan agar kaum buruh dan tani dipersenjatai
atau yang disebut dengan Angkatan Kelima. Ia bersama sebagian besar Perwira Angkatan Darat
lainnya menolak usul yang mengandung maksud tersembunyi itu.
Dengan dasar itulah
kemudian dirinya dimusuhi oleh PKI. Maka pada
pemberontakan yang dilancarkan oleh PKI tanggal 30 September 1965, dirinya
menjadi salah satu target yang akan diculik dan dibunuh. Dan pada tanggal 1
Oktober 1965
dinihari, Letjen. TNI Anumerta S. Parman bersama enam perwira lainnya yakni
Jend. TNI Anumerta
Achmad Yani; Letjen. TNI Anumerta Suprapto; Letjen. TNI Anumerta M.T. Haryono;
Mayjen. TNI
Anumerta D.I. Panjaitan; Mayjen. TNI Anumerta Sutoyo S; dan Kapten CZI TNI Anumerta
Pierre Tendean berhasil diculik kemudian dibunuh secara membabi buta dan jenazahnya
dimasukkan ke sumur tua di daerah Lubang Buaya tanpa prikemanusiaan. S. Parman
gugur sebagai Pahlawan Revolusi untuk mempertahankan Pancasila. Bersama enam perwira
lainnya ia dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata. Pangkatnya yang sebelumnya
masih Mayor Jenderal kemudian dinaikkan satu tingkat menjadi Letnan Jenderal sebagai
penghargaan atas jasa-jasanya.
Untuk menghormati
jasa para pahlawan tersebut, oleh pemerintah Orde Baru ditetapkanlah
tanggal 1 Oktober setiap tahunnya sebagai hari Kesaktian Pancasila sekaligus sebagai hari
libur nasional. Dan di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur, di depan sumur tua tempat jenazah
ditemukan, dibangun tugu dengan latar belakang patung ketujuh Pahlawan Revolusi
tersebut. Tugu tersebut dinamai Tugu Kesaktian Pancasila.
No comments:
Post a Comment