BIODATA
Nama :
Donald Isac Panjaitan
Lahir :
Balige, Tapanuli, 9 Juni 1925
Gugur :
Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965
Dimakamkan :
Taman Makam Pahlawan Kalibata
Agama :
Kristen
Pendidikan
Formal:
- Sekolah
Dasar
- Sekolah
Menengah Pertama
- Sekolah
Menengah Atas
Pendidkan
Militer : Latihan Gyugun
Pendidikan
Lain:
- Kursus
Militer Atase (Milat), tahun 1956
- Associated
Command and General Staff College, di Amerika Serikat
Karier
Militer:
- Asisten IV
Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad), tahun 1962
- Atase
Militer RI di Bonn, Jerman Barat
- Kepala
Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) II/Sriwijaya di Palembang
- Kepala
Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan
- Pimpinan
Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).
- Kepala
Staf Umum IV (Supplay) Komandemen Tentara Sumatera
- Komandan
Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi, tahun 1948
- Komandan
Batalyon Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
- Anggota
Gyugun Pekanbaru, Riau
Prestasi :
- Salah
seorang pembentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
- Membongkar
rahasia pengiriman senjata dari Republik Rakyat Cina (RRC) untuk PKI
Tanda
Kehormatan : Pahlawan Revolusi
BIOGRAFI
Mayor
Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan lahir di Balige, Tapanuli, 9 Juni 1925.
Pendidikan formal diawali dari Sekolah Dasar, kemudian masuk Sekolah Menengah Pertama, dan
terakhir di Sekolah Menengah Atas. Ketika ia tamat Sekolah Menengah Atas, Indonesia sedang dalam pendudukan Jepang. Sehingga ketika masuk menjadi
anggota militer ia harus mengikuti latihan Gyugun. Selesai latihan, ia
ditugaskan sebagai anggota Gyugun di Pekanbaru,
Riau hingga Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.
Ketika Indonesia sudah meraih
kemerdekaan, ia bersama para pemuda lainnya membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang
kemudian menjadi TNI. Di TKR, ia
pertama kali ditugaskan menjadi komandan batalyon, kemudian menjadi Komandan
Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi pada tahun 1948. Seterusnya menjadi Kepala Staf
Umum IV (Supplay) Komandemen Tentara Sumatera. Dan ketika Pasukan Belanda melakukan
Agresi Militernya yang Ke II, ia diangkat menjadi Pimpinan Perbekalan
Perjuangan Pemerintah
Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Seiring
dengan berakhirnya Agresi Militer Belanda ke II, Indonesia pun memperoleh pengakuan
kedaulatan. Panjaitan sendiri kemudian diangkat menjadi Kepala Staf Operasi
Tentara dan
Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan. Selanjutnya dipindahkan lagi ke
Palembang menjadi
Kepala Staf T & T II/Sriwijaya. Setelah
mengikuti kursus Militer Atase (Milat) tahun 1956, ia ditugaskan sebagai Atase Militer RI
di Bonn, Jerman Barat. Ketika masa tugasnya telah berakhir sebagai Atase
Militer, ia pun pulang
ke Indonesia. Namun tidak lama setelah itu yakni pada tahun 1962, perwira yang pernah
menimba ilmu pada Associated Command and General Staff College, Amerika Serikat ini,
ditunjuk menjadi Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad).
Jabatan inilah terakhir
yang diembannya saat peristiwa G 30/S PKI terjadi.Ketika
menjabat Asisten IV Men/Pangad, ia mencatat prestasi tersendiri atas keberhasilannya
membongkar rahasia pengiriman senjata dari Republik Rakyat Cina (RRC) untuk PKI.
Dari situ diketahui bahwa senjata-senjata tersebut dimasukkan ke dalam
peti-peti bahan
bangunan yang akan dipakai dalam pembangunan gedung Conefo (Conference of the
New Emerging
Forces). Senjata-senjata itu diperlukan PKI yang sedang giatnya mengadakanpersiapan
melancarkan pemberontakan.
Pada jam-jam
awal 1 Oktober 1965, sekelompok anggota Gerakan 30 September meninggalkan
Lubang Buaya menuju pinggiran Jakarta. Mereka memaksa masuk pagar rumah Panjaitan di
Jalan Hasanudin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, lalu menembak dan menewaskan salah seorang
pelayan yang sedang tidur di lantai dasar rumah dua lantai dan menyerukan Panjaitan
untuk turun ke bawah. Dua orang pemuda yaitu Albert Naiborhu dan Viktor
Naiborhu terluka
berat saat mengadakan perlawanan ketika D.I. Panjaitan diculik, tidak lama kemudian Albert
meninggal.
Setelah penyerang mengancam keluarganya, Panjaitan turun. Dia kemudian
mencoba melarikan diri dan ditembak mati. mayatnya dimasukkan ke dalam truk
dan dibawa kembali ke markas gerakan itu di Lubang Buaya. Kemudian, tubuh dan orang-orang
dari rekan-rekannya dibunuh tersembunyi di sebuah sumur tua. Mayat ditemukan pada tanggal
4 Oktober, dan semua diberi pemakaman kenegaraan pada hari berikutnya
Panjaitan
mendapat promosi anumerta kepada Jenderal Mayor dan diberi gelar Pahlawan Revolusi.
No comments:
Post a Comment