Monday, 2 May 2016

Biografi Singkat Arie Frederick Lasut

Arie Frederick Lasut lahir pada 6 Juli 1918 di Kapataran, Lembean Timur, Minahasa, Sulawesi Utara. Ia adalah putera tertua dari delapan anak dari Darius Lasut dan Ingkan Supit. Memulai pendidikannya pada tahun 1924 di sekolah dasar Belanda (Hollands Inlandse School), kemudian melanjutkan ke sekolah guru (Hollandse Inlandse Kweekschool). Sekolah guru ini tidak diselesaikan tetapi pindah ke Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (Algemeene Middlebare School) bagian B (Wisen Natuurkundiege Afdeling (IPA)). Setelah tamat, pada 1939 beliau ikut ujian masuk kursus asisten geologi pada Dienst van den Mijnbouw (selanjutnya menjadi Jawatan Tambang dan Geologi).

Beliau kemudian berkarir serta melakukan penelitian tentang geologi dan pertambangan Indonesia yang kemudian makin menebalkan rasa cinta tanah air dan jiwa pejuangnya. Kemudian bersama R Sunu Sumosusatro merupakan asisten ahli geologi Indonesia pertama.  

Setelah pemerintah kolonial Belanda menyerah kalah dari bala tentara kerajaan Jepang pada 8 Maret 1942, Dienst van den Mijnbouw diambil alih dan berganti nama menjadi Chisitsu Chosajo. Pada zaman pendudukan Jepang, Arie Frederik Lasut bersama seluruh karyawan Indonesia tetap bekerja sama mendalami geologi dan pertambangan Indonesia.

Pada 11 September 1945, Arie Frederik Lasut ikut serta dalam pengambil-alihan Chisitsu Chosajo (jawatan geologis) dari Jepang yang berhasil dilakukan dengan damai, kemudian mengganti namanya menjadi "Jawatan Tambang dan Geologi, Ing Ngarso Sung Tulodo". Tanggal 16 Maret 1946, Arie Frederik Lasut dipilih dan diserahi tugas menjadi Kepala Jawatan Tambang dan Geologi, pada saat usianya baru menginjak 28 tahun. Kecerdasan, keuletan kerja, serta kepoloporannya membuat beliau yang masih muda mampu mengelola suatu jawatan yang saat itu merupakan salah satu yang terbesar di Asia.

Memang sangat luar biasa ketika pemuda tersebut mampu mengelola suatu lembaga ilmiah dan kekayaan bangsa dan negara Indonesia yang sangat bermanfaat yang terasa manfaatnya hingga saat ini. Sekolah pelatihan geologis juga dibuka selama kepemimpinan Arie Frederik Lasut sebagai kepala jawatan saat itu.

Darah pejuang titisan Dotu Lolong Lasut yang mengalir dalam diri pemuda Arie Frederik Lasut bergejolak ketika hadirnya pasukan sekutu yang dibonceng tentara Belanda di Bandung. Pemuda anak banga ini berpikir cerdas dan cepat untuk berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara. Yang pertama terpikirkan adalah bagaimana menyelamatkan dokumen geologi dan tambang yang memuat kekayaan bangsa dan negara Indonesia. Ketika dokumen tersebut sedang dicari-cari dengan senjata oleh tentara Belanda, beliau dengan gagah berani tanpa memperdulikan risiko ditembak Belanda secara sembunyi-sembunyi menyelamatkan berbagai dokumen tersebut melalui jalur penyelamatan yang berbahaya dan sangat berisiko di dalam kota yaitu melalui dari Museum Geologi ke Jalan Braga Nomor 3 ke Toko Onderling Belang kemudian ke Tasikmalaya, Solo, Magelang, dan akhirnya Jogjakarta. Dalam melakukan penyelamatan tersebut, beliau dibantu oleh Amsir, Raden Prajitno, dan MMPurbo-Hadiwijoyo.  Kantor jawatan terpaksa harus dipindah beberapa kali untuk menghindari agresi Belanda setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Kantor jawatan sempat pindah ke Tasikmalaya lalu Magelang, dan Yogyakarta dari tempat awalnya di Bandung.  

Kepahlawanan Arie Frederik Lasut tidak hanya terbatas melalui ilmu dan teknologi serta pada penyelamatan dokumen geologi dan tambang tetapi juga dengan berani mati berjuang di medan pertempuran di antara desing peluru sebagai Komandan Kompi BS (Berdiri Sendiri) Brigade 16, Kesatuan Reserse Umum X . Beliau beberapa kali menyerang pos Belanda dan merebut senjata dari tangan Belanda kemudian dibagi-bagi kepada anak buahnya dan digunakan untuk melawan Belanda.

Secara organisasi Arie Frederik Lasut turut aktif dalam organisasi Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) yang memiliki tujuan membela kemerdekaan Republik Indonesia. Di bidang politik, kecerdasan serta semangat pantang menyerah menyebabkan beliau juga berjuang sebagai anggota delegasi Indonesia di meja perundingan yang  dipimpin oleh Mr Mohamad Roem. Di samping itu beliau juga adalah anggota Komite Nasional, awal mula dewan perwakilan di Indonesia.

Peran Arie Frederik Lasut dalam perang melawan Belanda serta pengetahuannya tentang pertambangan dan geologi di Republik Indonesia, menyebabkan beliau menjadi incaran Belanda. Segala cara digunakan baik bujukan maupun ancaman untuk membujuk/memaksa beliau mau bekerja sama dengan Belanda tetapi beliau tetap konsisten untuk tidak pernah mau bekerja sama dengan Belanda.

Pada pagi hari 7 Mei 1949 setelah berusaha menghindar dan melawan dengan tanpa senjata terhadap pasukan tentara Belanda bersenjata lengkap, dengan gagah berani Arie Frederik Lasut akhirnya berhasil ditangkap tentara Belanda dari rumahnya lalu dibawa ke Pakem, sekitar 7 kilometer di utara Yogyakarta.
Setelah ditangkap, dalam perjalanan menuju Pakem, Arie Frederik Lasut dipukul, disiksa dengan kejam agar mau memberitahukan rahasia negara berupa kekayaan tambang/geologi. Penyiksaan kejam selama berjam-jam tersebut ternyata tidak membuat Arie Frederik Lasut berkhianat bagi negaranya, bagi tanah leluhurnya Toar Lumimuut, tapi justru memicu semangat berani mati untuk kejayaan Bangsa dan negara Indonesia! Sesuai keyakinan beliau, terbayang penderitaan Yesus Kristus yang sedang disiksa dengan memikul salib dan mahkota duri ke bukit Golgota untuk umatNya.

Setelah dihajar dengan popor senjata, ditampar dan dipukul, serta disiksa habis-habisan, Arie Frederik Lasut tetap tidak mengeluarkan sepatah-katapun dari mulutnya. Akhirnya sambil menatap tentara Belanda dengan gagah berani, beliau ditembak dengan keji oleh tentara Belanda yang putus asa.

Arie Frederik Lasut wafat  di Pakem, Sleman, Yogyakarta, 7 Mei 1949 pada umur 30 tahun. Beberapa bulan kemudian jenazah Arie Frederik Lasut dipindahkan ke pekuburan Kristen Kintelan di Yogyakarta di samping isterinya yang lebih dulu meninggal pada Desember 1947. Upacara penguburan dihadiri pejabat presiden Republik Indonesia pada saat itu, Mr Assaat.

Beliau mendapat penghargaan Pahlawan Pembela Kemerdekaan Nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 012/TK/TAHUN 1969 tentang Penetapan Sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya! Dirgahayu Republik Indonesia

Sumber : www.manado.tribunnews.com

No comments:

Post a Comment