Arie Frederick Lasut lahir pada 6 Juli 1918 di Kapataran, Lembean Timur,
Minahasa, Sulawesi Utara. Ia adalah putera tertua dari delapan anak dari Darius
Lasut dan Ingkan Supit. Memulai pendidikannya pada tahun 1924 di sekolah dasar
Belanda (Hollands Inlandse School), kemudian melanjutkan ke sekolah guru
(Hollandse Inlandse Kweekschool). Sekolah guru ini tidak diselesaikan tetapi
pindah ke Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (Algemeene Middlebare School)
bagian B (Wisen Natuurkundiege Afdeling (IPA)). Setelah tamat, pada 1939 beliau
ikut ujian masuk kursus asisten geologi pada Dienst van den Mijnbouw
(selanjutnya menjadi Jawatan Tambang dan Geologi).
Beliau kemudian berkarir serta melakukan penelitian tentang geologi dan
pertambangan Indonesia yang kemudian makin menebalkan rasa cinta tanah air dan
jiwa pejuangnya. Kemudian bersama R Sunu Sumosusatro merupakan asisten ahli
geologi Indonesia pertama.
Setelah pemerintah kolonial Belanda menyerah kalah dari bala tentara kerajaan Jepang pada 8 Maret 1942, Dienst van den Mijnbouw diambil alih dan berganti nama menjadi Chisitsu Chosajo. Pada zaman pendudukan Jepang, Arie Frederik Lasut bersama seluruh karyawan Indonesia tetap bekerja sama mendalami geologi dan pertambangan Indonesia.
Pada 11 September 1945, Arie Frederik Lasut ikut serta dalam
pengambil-alihan Chisitsu Chosajo (jawatan geologis) dari Jepang yang berhasil dilakukan
dengan damai, kemudian mengganti namanya menjadi "Jawatan Tambang dan
Geologi, Ing Ngarso Sung Tulodo". Tanggal 16 Maret 1946, Arie Frederik
Lasut dipilih dan diserahi tugas menjadi Kepala Jawatan Tambang dan Geologi,
pada saat usianya baru menginjak 28 tahun. Kecerdasan, keuletan kerja, serta
kepoloporannya membuat beliau yang masih muda mampu mengelola suatu jawatan
yang saat itu merupakan salah satu yang terbesar di Asia.
Memang sangat luar biasa ketika pemuda tersebut mampu mengelola suatu lembaga
ilmiah dan kekayaan bangsa dan negara Indonesia yang sangat bermanfaat yang
terasa manfaatnya hingga saat ini. Sekolah pelatihan geologis juga dibuka
selama kepemimpinan Arie Frederik Lasut sebagai kepala jawatan saat itu.
Darah pejuang titisan Dotu Lolong Lasut yang mengalir dalam diri pemuda Arie
Frederik Lasut bergejolak ketika hadirnya pasukan sekutu yang dibonceng tentara
Belanda di Bandung. Pemuda anak banga ini berpikir cerdas dan cepat untuk
berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara. Yang pertama terpikirkan adalah
bagaimana menyelamatkan dokumen geologi dan tambang yang memuat kekayaan bangsa
dan negara Indonesia. Ketika dokumen tersebut sedang dicari-cari dengan senjata
oleh tentara Belanda, beliau dengan gagah berani tanpa memperdulikan risiko
ditembak Belanda secara sembunyi-sembunyi menyelamatkan berbagai dokumen
tersebut melalui jalur penyelamatan yang berbahaya dan sangat berisiko di dalam
kota yaitu melalui dari Museum Geologi ke Jalan Braga Nomor 3 ke Toko Onderling
Belang kemudian ke Tasikmalaya, Solo, Magelang, dan akhirnya Jogjakarta. Dalam
melakukan penyelamatan tersebut, beliau dibantu oleh Amsir, Raden Prajitno, dan
MMPurbo-Hadiwijoyo. Kantor jawatan terpaksa harus dipindah beberapa kali
untuk menghindari agresi Belanda setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia. Kantor jawatan sempat pindah ke Tasikmalaya lalu Magelang, dan
Yogyakarta dari tempat awalnya di Bandung.
Kepahlawanan Arie Frederik Lasut tidak hanya terbatas melalui ilmu dan
teknologi serta pada penyelamatan dokumen geologi dan tambang tetapi juga
dengan berani mati berjuang di medan pertempuran di antara desing peluru
sebagai Komandan Kompi BS (Berdiri Sendiri) Brigade 16, Kesatuan Reserse Umum X
. Beliau beberapa kali menyerang pos Belanda dan merebut senjata dari tangan
Belanda kemudian dibagi-bagi kepada anak buahnya dan digunakan untuk melawan
Belanda.
Secara organisasi Arie Frederik Lasut turut aktif dalam organisasi Kebaktian
Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) yang memiliki tujuan membela kemerdekaan Republik
Indonesia. Di bidang politik, kecerdasan serta semangat pantang menyerah
menyebabkan beliau juga berjuang sebagai anggota delegasi Indonesia di meja
perundingan yang dipimpin oleh Mr Mohamad Roem. Di samping itu beliau
juga adalah anggota Komite Nasional, awal mula dewan perwakilan di Indonesia.
Peran Arie Frederik Lasut dalam perang melawan Belanda serta pengetahuannya
tentang pertambangan dan geologi di Republik Indonesia, menyebabkan beliau
menjadi incaran Belanda. Segala cara digunakan baik bujukan maupun ancaman
untuk membujuk/memaksa beliau mau bekerja sama dengan Belanda tetapi beliau
tetap konsisten untuk tidak pernah mau bekerja sama dengan Belanda.
Pada pagi hari 7 Mei 1949 setelah berusaha menghindar dan melawan dengan
tanpa senjata terhadap pasukan tentara Belanda bersenjata lengkap, dengan gagah
berani Arie Frederik Lasut akhirnya berhasil ditangkap tentara Belanda dari
rumahnya lalu dibawa ke Pakem, sekitar 7 kilometer di utara Yogyakarta.
Setelah ditangkap, dalam perjalanan menuju Pakem, Arie Frederik Lasut
dipukul, disiksa dengan kejam agar mau memberitahukan rahasia negara berupa
kekayaan tambang/geologi. Penyiksaan kejam selama berjam-jam tersebut ternyata
tidak membuat Arie Frederik Lasut berkhianat bagi negaranya, bagi tanah
leluhurnya Toar Lumimuut, tapi justru memicu semangat berani mati untuk
kejayaan Bangsa dan negara Indonesia! Sesuai keyakinan beliau, terbayang
penderitaan Yesus Kristus yang sedang disiksa dengan memikul salib dan mahkota
duri ke bukit Golgota untuk umatNya.
Setelah dihajar dengan popor senjata, ditampar dan dipukul, serta disiksa
habis-habisan, Arie Frederik Lasut tetap tidak mengeluarkan sepatah-katapun
dari mulutnya. Akhirnya sambil menatap tentara Belanda dengan gagah berani,
beliau ditembak dengan keji oleh tentara Belanda yang putus asa.
Arie Frederik Lasut wafat di Pakem, Sleman, Yogyakarta, 7 Mei 1949
pada umur 30 tahun. Beberapa bulan kemudian jenazah Arie Frederik Lasut
dipindahkan ke pekuburan Kristen Kintelan di Yogyakarta di samping isterinya
yang lebih dulu meninggal pada Desember 1947. Upacara penguburan dihadiri
pejabat presiden Republik Indonesia pada saat itu, Mr Assaat.
Beliau mendapat penghargaan Pahlawan Pembela Kemerdekaan
Nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Keputusan Presiden Republik
Indonesia No. 012/TK/TAHUN 1969 tentang Penetapan Sebagai Pahlawan Kemerdekaan
Nasional.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya! Dirgahayu Republik Indonesia
Sumber : www.manado.tribunnews.com
No comments:
Post a Comment