Wednesday 18 May 2016

MARTHA Christina Tiahahu - Gadis Pemberani dari Maluku



MARTHA Christina Tiahahu adalah putri Paulus Tiahahu, Raja Negeri Abubu di Pulau Nusalaut. Ia lahir di Abubu, 4 Januari 1800. Ketika pecah Perang Saparua (1817), Martha baru berusia 17 tahun. Ia sudah dikenal luas sebagai srikandi Maluku. Namun sejarah tak pernah meneguhkan bahwa jojaro Nusalaut ini juga menempuh cara paling radikal yakni mogok makan.

Martha memang dilukiskan sebagai sosok perempuan dengan fisik dan mental yang kukuh. Jujaro hitam manis, rambut panjang terurai dengan ikatan kain berang, sorot matanya tajam. Sebilah tombak di tangan meneguhkan sifatnya yang kapista, pemberani yang berhati baja. Ketika sang ayah pergi bertempur, Martha tidak tinggal diam. Ia memilih ikut melintas laut, berperang di hutan-hutan dan Pantai Saparua.

Meskipun Belanda memiliki persenjataan lebih modern, kehadiran Martha mampu memompa semangat pasukan Pattimura yang mendapat dukungan luas rakyat Lease yakni Saparua, Haruku dan Nusalaut. Martha mengajak kaum perempuan membantu kaum pria dalam perang.

Ketika bergerilia dari hutan ke hutan, Martha selalu berada di tengah pasukan. Ia ikut tidur di hutan, ikut berunding di Gunung Saniri, hadir dalam Proklamasi Haria, dan turut menyerbu Benteng Duurstede dalam pertempuran terkenal tahun 1817.

Keberanian Martha teruji dan menjadi cerita tak terlupakan di Negeri Ouw dan Ullath. Suatu ketika, seorang nahkoda kapal Belanda turun dengan sekoci di Pantai Ullath. Martha datang menjemput di bibir pantai. Dengan bersenjatakan batu-batu, ia menghajar sang nahkoda sampai berlumuran darah. Sang nahkoda pun akhirrnya kembali ke kapal.

Meskipun sempat merengkuh kemenangan, namun pasukan Pattimura akhirnya dilumpuhkan Belanda yang punya banyak taktik perang. Parttimura dkk termasuk Paulus Tiahahu dihukum mati di Ambon. Sedangkan Martha hendak diasingkan di Pulau Jawa.

Sebagai tawanan perang, Martha diangkut dengan kapal perang Eversten dari Ambon ke Batavia. Di atas kapal itu, Martha yang sudah tidak berdaya masih sempat melakukan perlawanan terakhir. Ia menolak berkomunikasi dengan awak kapal. Tindakan lain yang dilakukan Martha adalah mogok makan. Tiap kali awak kapal mengantar jatah makan, Martha tidak menyentuhnya sama sekali. Ia mogok makan meskipun kondisi fisiknya sangat payah.

Martha menghembuskan nafas terakhir di atas kapal itu. Jenazahnya dibuang ke Laut Banda, 2 Januari 1818. Pemerintah Indonesia menghormati heroisme remaja Nusalaut ini dengan menganugerahkan gelar pahlawan kemerdekaan nasional Indonesia.

Namanya diabadikan menjadi nama KRI Martha Tiahahu. Sebuah monumen dari bahan perunggu juga dibangun di bukit Karangpanjang Ambon. Dari ketinggian itu, Martha berdiri menghadap ke Teluk Ambon nan elok. Tatapan matanya jauh ke depan.

Banyak orang datang berkunjung dan mengabadikan monumen ini. Namun tidak banyak yang ingat, Martha adalah putri raja, bertarung pada usia 17 tahun, dan menjadi pelaku aksi mogok makan pertama sepanjang sejarah Indonesia. Penulis Maluku Yop Lasamahu menjulukinya sebagai Mutiara dari Nusalaut.

Sumber : http://malukuonline.co.id

No comments:

Post a Comment