Teuku Nyak Arief dilahirkan di Ulèë Lheue,
Kutaraja (sekarang Banda Aceh) pada tanggal 17 Juli 1899.
Ayahnya adalah seorang Ulèë Balang bernama Teuku
Nyak Banta, ibunya bernama Cut
Nyak Rayeuk. Kedudukan Teuku Nyak Banta adalah sebagai Panglima Sagi 26 Mukim wilayah Aceh Besar. Teuku Nyak Arief merupakan anak yang
ke 3 dari 5 bersaudara, adapun saudara kandung Teuku Nyak Arief adalah sebagai
berikut:
1. Cut Nyak Asmah.
2. Cut Nyak Mariah.
3. Teuku Nyak Arief.
4. Cut Nyak Samsiah.
5. Teuku Mohd. Yusuf.
Teuku Nyak Arief bersekolah di Volksschool (Sekolah Rakyat) Kutaraja, ia
melanjutkan pendidikannya di Sekolah Raja Kweekschool di Bukit Tinggi, dan kemudian Sekolah Pamongpraja OSVIA
di Serang Banten. Sekolah ini khusus diadakan oleh Belanda untuk anak-anak Raja
dan Bangsawan dari seluruh Indonesia.
Masa Pergerakan
Nasional
Teuku Nyak Arief dikenal sebagai orator ulung walaupun selalu berbicara seperlunya
saja. Sangat gemar membaca terutama yang menyangkut politik dan pemerintahan serta mendalami pengetahuan Agama.
Oleh sebab itu tidak mengherankan kalau dalam usia muda ia telah giat dalam
pergerakan.
Ia diangkat menjadi ketua National Indische
Partij cabang Kutaraja pada tahun 1919.
Setahun kemudian menggantikan Ayahnya sebagai Panglima Sagi 26 Mukim. Kemudian pada tahun 1927
Ia diangkat menjadi anggota Dewan Rakyat Volksraad sampai dengan tahun 1931.
Teuku Nyak Arief merupakan salah seorang pendiri dan anggota dari Fraksi
Nasional di Dewan Rakyat yang diketuai oleh Mohammad Husni Thamrin.
Dalam berbagai kesempatan yang diperolehnya ini Ia banyak memberikan sumbangan
dalam bentuk perjuangan politik baik untuk kesejahteraan rakyat maupun
kemerdekaan.
Sejak tahun 1932 T. Nyak Arif memimpin gerakan dibawah tanah
menentang penjajahan Belanda di Aceh.
Teuku Nyak Arif aktif dalam kegiatan-kegiatan peningkatan pendidikan di Aceh, ia bersama Mr. Teuku Muhammad Hasan
mendirikan Perguruan Taman Siswa
di Kutaraja pada tanggal 11 Juli 1937.
Dalam kepengurusan lembaga yang diprakarsai oleh Ki Hajar Dewantara
ini, T. Nyak Arif menjadi sekretaris dengan ketuanya Mr. Teuku Muhammad Hasan.
Bersama Mr. T.M Hasan, ia ikut mempelopori berdirinya organisasi Atjehsche Studiefonds (Dana Pelajar Aceh)
yang bertujuan untuk membantu anak-anak Aceh yang cerdas tetapi tidak mampu
untuk sekolah.
Pada tahun 1939 berdiri Persatuan Ulama Aceh, disingkat PUSA
yang diketuai oleh Teungku Daud Beureu'eh.
Pemuda-pemuda PUSA mengadakan hubungan dengan Jepang di Malaya sejak 1940
sampai 1942. Kemudian Jepang mempergunakan PUSA untuk
melemahkan Belanda di Aceh dengan segala jalan. Teuku Nyak Arif prihatin
melihat langkah-langkah PUSA dan menganggapnya sebagai suatu kemunduran bagi
pergerakan nasional.
Masa Pendudukan Jepang
Diakhir kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda di Aceh (awal tahun 1942),
Teuku Nyak Arif menuntut untuk diserahkan kekuasaan/pemerintahan kepadanya,
tetapi tidak dikabulkan oleh Residen Aceh J. Pauw, maka
Nyak Arif pun memberontak kepada pemerintah Hindia Belanda. Kolonel Gosenson
memerintahkan KNIL/Marsose untuk menyerang T. Nyak Arif, namun dapat
dipukul mundur, walau dua kali berturut-turut kediamannya di Lamnyong
diserang dengan kekerasan. Peristiwa tersebut sekaligus menandai dimulainya
penarikan Belanda dari Aceh Besar.
Jepang mendarat di Aceh pada tanggal 12 Maret 1942
di Ujong Batee, Teluk Balohan Pulau Weh dan Kuala Bugak
Peureulak Aceh Timur, disambut oleh rakyat dengan semangat
persaudaraan sesuai dengan propaganda Jepang bahwa
mereka datang ke Indonesia untuk membebaskan saudaranya-saudaranya dari
cengkraman penjajahan Belanda.
Pada awal kehadiran Jepang di Aceh, rakyat beranggapan bahwa juru selamat
telah tiba. Namun tidak lama kemudian tindakan-tindakan berupa tekanan terhadap
organisasi dan partai-partai politik mulai dilakukan. Akibatnya
organisasi seperti Muhammadiyah, PUSA, Parindra mengalami kemunduran bahkan Taman Siswa dibubarkan oleh Gunseibu,
hal ini mengurangi simpati rakyat terhadap Jepang. Kebencian rakyat semakin
bertambah setelah Jepang memeras tenaga rakyat untuk kepentingan proyek mereka,
seperti membuat jalan raya Takengon-Blangkeujeren,
kubu pertahanan Gunung Setan. Lapangan Udara dan lain-lain. Akibatnya rakyat
tidak mempunyai waktu untuk mengurus kepentingan pribadi, sehingga keadaan sosial-ekonomi mereka sangat
menyedihkan.
Kemerosotan yang dialami oleh tentara Jepang
dalam Perang Asia Timur Raya,
mendorong pemerintah pendudukan mendirikan Atjeh Shu Sangi Kai (Dewan
penasehat Daerah Aceh) pada tanggal 17 November 1943
untuk menarik simpati para elit dan berbagai macam kelompok di Aceh. Badan
semacam legislatif ini dipimpin Teuku Nyak Arief,
beranggotakan 30 orang, anggotanya terdiri dari berbagai kelompok elit di Aceh.
Setahun kemudian keanggotaan Shu Sangi Kai diperluas oleh Shu Tjokan (Residen
Aceh) S. Iinoo.
Sejalan dengan politik ingin mendekati
rakyat dari berbagai golongan, maka pada bulan Juli
1945 para pembesar Jepang menghubungi tokoh-tokoh pemuda yang
ada di Kutaraja. Dalam pertemuan itu pihak Jepang kembali menegaskan bahwa Dai Nippon
pasti akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Oleh karena itu
mereka diminta untuk mengkoordinir pemuda-pemuda sehingga lahir suatu angkatan
pemuda yang kuat di Aceh.
Pada tanggal 14 Agustus 1945
yang bertempat di Atjeh Bioscoop Kutaradja diadakan rapat pemuda yang dihadiri
juga oleh unsur masyarakat. Suatu hal yang mengejutkan para pemuda, Syu Tjokan
tidak hadir. Tidak diketahuinya Jepang telah menyerah kalah
ditandai dengan tidak hadirnya Syu Tjokan pada rapat tersebut. Satu-satunya
yang hadir dari pihak Jepang adalah Matsyubushi yang mengucapkan pidato singkat
tanpa bersemangat. Sedangkan di pihak pemuda telah menyampaikan pidatonya
dengan membakar semangat rakyat, tidak saja dari unsur pemuda seperti Ali
Hasjmy, Tuanku Hasyim, tetapi turut berbicara dengan bersemangat sekali dua
orang pimpinan Aceh yaitu Teuku Nyak Arief dan Teungku
Muhammad Daud Beureueh.
Rapat pemuda yang diadakan tepat pada hari menyerahnya Jepang kepada sekutu
telah memberikan arti yang penting bagi para pemuda terutama yang berada di
Kutaradja dan Aceh Besar. Mereka telah mendengar langsung pengarahan-pengarahan
yang diberikan oleh para pemimpin mereka waktu itu. Setelah Indonesia merdeka
para pemuda-pemuda tersebut mengorganisir dirinya dalam satu barisan yang
diberi nama Ikatan Pemuda Indonesia.
Masa Kemerdekaan
Indonesia
Pada tanggal 14 Agustus 1945
Jepang menyerah kepada
sekutu tanpa syarat. Soekarno dan Hatta
mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh Indonesia lainnya, untuk mengadakan
persiapan proklamasi
kemerdekaan Indonesia. Sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan
dipersiapkan dengan matang, maka pada tanggal 17 Agustus
1945 di Jalan Pegangsaan
Timur No. 56 Jakarta, tepatnya jam 10.00
pagi diproklamasikanlah kemerdekaan Indonesia keseluruh pelosok tanah air. Namun berita proklamasi ini terlambat
beberapa hari diterima di Aceh.
Berita proklamasi kemudian diterima oleh pemuda Gazali dan Rajalis yang
kemudian disampaikan pada Teuku Nyak Arief. Berita selanjutnya diterima melalui
telegram dari Bukit Tinggi yang dikirim oleh Adionegoro. Teuku
Nyak Arief memanggil tokoh-tokoh penting sesudah menerima berita tersebut.
Dihadapan pemimpin-pemimpin itu Teuku Nyak Arief menyatakan sumpah setia kepada
Negara Republik Indonesia. dan dilakukanlah
pengibaran Sang Merah Putih
pada tanggal 24 Agustus 1945
didepan Kantor Polisi Kepang (Kantor Baperis sekarang) oleh para pegawai bangsa
Indonesia.
Pada tanggal 29 Agustus 1945
Teuku Nyak Arief diangkat menjadi Ketua Komite
Nasional Indonesia (K.N.I) daerah Aceh. Untuk memikul biaya perang
(perjuangan) yang semakin berat maka Teuku Nyak Arief menjual harta benda
pribadinya termasuk segala perhiasan
emas milik istrinya, demi kelancaran perjuangan untuk mempertahankan
tanah air Indonesia.
Pemerintah Indonesia pada tanggal 3 Oktober 1945
dengan surat ketetapan No. 1/X dari Gubernur
Sumatera Mr. Teuku Muhammad Hasan
mengangkat Teuku Nyak Arief sebagai Residen Aceh.
Perang Cumbok
Pada bulan Oktober 1945
utusan sekutu tiba di Kutaraja yang bernama Mayor Knotienbelt untuk
membicarakan pendaratan Sekutu di Aceh dalam rangka
melucuti senjata-senjata Jepang dan mengurus para tawanan perang. Residen Teuku
Nyak Arief menolak rencana sekutu ini.
Memasuki bulan Desember 1945
Residen Teuku Nyak Arief sering digantikan oleh Tuanku Mahmud dan Teuku
Panglima Polem Moh. Ali sebagai Wakil Residen. Hal ini diakibatkan karena
residen sering mengadakan perjalanan dan peninjauan ke daerah-daerah, terutama
di daerah yang kurang aman.
Desember 1945 terjadilah peristiwa perang Cumbok mengakibatkan
perpecahan antara golongan bangsawan dan Ulama. Ulama ingin merebut tampuk pemerintahan
dari golongan Uleebalang (bangsawan). Pada saat itu Teuku Nyak Arief merasa
sedih ketika mendengar peritiwa tersebut, karena Ia telah berusaha
mempersatukannya sejak zaman Hindia Belanda dan Jepang, dan berhasil. Namun
perpecahan tidak mungkin dielakkan.
Ulama dibawah PUSA dan Pesindo
berhasil menguasai Aceh, dan membunuh banyak Uleebalang, dan mengambil alih
harta dan tanah mereka. Laskar Ulama (Mujahiddin) yang di dipimpin Husein Al
Mujahid mempunyai ambisi untuk menggantikan residen Teuku Nyak Arif, dan
mendapat dukungan dari TPR (Tentara Perlawanan Rakyat).
Teuku Nyak Arief di tangkap pada Januari 1946
oleh TPR. Penangkapan terhadap Teuku Nyak Arief dilakukan pada saat ia dalam keadaan
sakit. Teuku Nyak Arief membiarkan dirinya untuk ditawan oleh laskar Mujahidin
dan tentara perlawanan rakyat (TPR), dan meminta pasukan yang menjaganya untuk
tidak memberi perlawanan. Kemudian ia dibawa ke Takengon dan
ditahan di sana.
Mangkat
Dalam keadaan sakit Teuku Nyak Arief masih memikirkan tawanan lainnya dan
keadaan rakyat Aceh pada umumnya. T. Nyak Arif meninggal pada tanggal 4 Mei 1946 di Takengon. Ia sempat berpesan kepada keluarganya:
"Jangan menaruh dendam, karena kepentingan rakyat harus diletakkan di
atas segala-galanya".
Jenazahnya dibawa ke Kutaraja dan dikebumikan di tanah pemakaman keluarga
di Lamreung,
dua kilometer dari Lamnyong.
Penghargaan
Teuku Nyak Arif dianugerahkan gelar Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan Surat
Keputusan Presiden RI No. 071/TK/1974.
Sumber : Wikipedia
No comments:
Post a Comment