Thursday, 12 May 2016

Herman Johannes - Fisikawan Peracik Bom



Herman Johannes lahir di Rote, pulau kecil di sebelah barat Kupang, ibukota NTT, 28 Mei 1912. Lulus sekolah menengah, Herman masuk Technische Hogerschool atau Sekolah Tinggi Teknik di Bandung (STT). STT ini menjadi cikal-bakal Fakultas Teknik UGM setelah pindah ke Yogyakarta.

Meski belajar teknik, Johannes yang menikahi Annie Marie Gilbertine Amalo ini memiliki minat besar di bidang fisika. Saat belajar sebagai mahasiswa teknik, Johannes juga mengajar fisika di fakultas kedokteran.

Pada tanggal 5 November 1945, Johannes datang ke Yogyakarta memenuhi panggilan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). TKR saat itu membutuhkan tenaga ahli untuk membangun laboratorium persenjataan markas tertinggi tentara. Herman Johannes lalu membangun laboratrium Knalwik, bahan peledak dan granat tangan di Sekolah Menengah Tinggi (SMT) Kota Baru yang kini menjadi SMA 3 Yogyakarta atau Padmanaba.

Berkat perannya itu, Johannes diberi pangkat mayor oleh TKR. Sambil berdinas untuk TKR, Johannes berhasil menyelesaikan kuliah sarjana teknik pada tahun 1946. Bapak dari presenter Voice of America, Helmi Johannes, itu menulis buku mengenai cara membuat bahan peledak sambil juga merancang pengeboman jembatan dan jalur kereta api. Alhasil, Johannes pernah hampir tewas karena 70 ranjau darat meledak di sebuah gedung persenjataan.

Begitu agresi militer Belanda kedua usai, Johannes bersama sejumlah kolega akademiknya memindahkan jalur perjuangan ke pendidikan. Johannes merupakan salah saksi pendirian universitas negeri pertama di Indonesia, Universitas Gadjah Mada.

Tujuh bulan sebelum agresi Belanda tahun 1948, Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan sudah mendirikan Akademi Ilmu Politik di Yogyakarta yang dipimpin Djokosoetono. Tak lama, muncul pula Balai Pendidikan Ahli Hukum di Solo. Saat yang sama, di Klaten terdapat Institut Pasteur yang dipindahkan dari Bandung. Namun berbagai perguruan itu terpaksa berhenti beroperasi begitu Belanda menyerbu lagi Desember 1948.

20 Mei 1949, setelah agresi berhasil dimentahkan, beberapa tokoh seperti Prof Sardjito, Prof Wreksodhiningrat dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX berkumpul. Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan menggabungkan beberapa perguruan yang bertebaran itu menjadi satu. 1 November 1949, berdiri Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada. Kampusnya menggunakan kraton dan beberapa gedung di sekitar kraton. Sampai pada 19 Desember 1949, barulah berdiri Universitas Gadjah Mada yang memiliki enam fakultas. Rektornya, Dr Sardjito, sementara Herman Johannes bergabung menjadi salah satu pengajar di fakultas teknik.

Menariknya, Herman Johannes sempat menjadi Menteri Pekerjaan Umum antara 1950-1951. Sebagai dosen, Herman Johannes sangat disayang mahasiswa karena kejujuran dan keteladanannya.

Tahun 1962, Herman Johannes menjadi Rektor UGM. Gorma Hutajulu, seorang aktivis mahasiswa UGM pada era itu, bercerita, Herman Johannes sebenarnya tidak tertarik dengan politik atau pun jabatan. Keputusannya menjadi Rektor adalah berkat dorongan sejumlah kalangan mahasiswa dan dosen di UGM.

"Saya termasuk salah satu yang mengusulkan kepada Presiden Soekarno agar mencalonkan Herman Johannes sebagai Rektor," kata Hutajulu suatu waktu bercerita kepada penulis. Hutajulu bersama sejumlah rekannya menghadap ke Soekarno menceritakan tentang peran Herman Johannes yang patriotis dalam perjuangan kemerdekaan. "Dia adalah yang mengajarkan pejuang cara membuat bom," ujar Hutajulu.

Dan Soekarno setuju. Jadilah Herman Johannes menjadi Rektor UGM pertama yang bukan berdarah Jawa. "Itu sangat revolusioner," ujar Hutajulu yang saat itu aktif memimpin Central Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) UGM itu.

Herman Johannes menjadi Rektor, karir Hutajulu di organisasi mahasiswa yang berafiliasi ke Partai Komunis Indonesia itu pun melambung. "Saya kemudian menjadi Ketua Umum CGMI karena itu," kata Hutajulu. Faktanya kemudian, Hutajulu adalah pemimpin CGMI terakhir setelah rejim Orde Baru membubarkan PKI dan organisasi-organisasi massanya. Dan Hutajulu ikut dibuang ke Pulau Buru dan baru dibebaskan pada tahun 1980-an.

Sementara Herman Johannes hanya empat tahun menjadi Rektor UGM sampai 1966. Meski dikenal dekat dengan Soekarno, rejim Orde Baru Soeharto mempercayai Herman Johannes sebagai Koordinator Perguruan Tinggi (Koperti) dan anggota Dewan Pertimbangan Agung (1968-1978).

Setelah jabatan di DPA berakhir, Herman Johannes kemudian lebih banyak di Yogyakarta, mengajar. Herman Johannes meninggal dunia karena kanker prostat pada 17 Oktober 1992. Meski memegang Bintang Gerilya dan Bintang Mahaputra yang artinya berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Herman Johannes mengamanatkan pemakamannya di Pemakaman Keluarga UGM di Sawitsari, Yogyakarta.

Tahun 2003, nama Herman Johannes diabadikan oleh Keluarga Alumni Teknik Universitas Gadjah Mada (KATGAMA), atas prakarsa Ketua Katgama saat itu, Airlangga Hartarto, menjadi sebuah penghargaan bagi karya utama penelitian bidang ilmu dan teknologi: Herman Johannes Award.

Namanya juga diabadikan sebagai nama Taman Hutan Raya seluas 1.900 hektare di Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Namanya juga diabadikan menjadi nama jalan yang menghubungkan Kampus UGM dengan Jalan Solo dan Jalan Jenderal Sudirman di kota Yogyakarta. Dan kemarin, 9 November 2009, Presiden SBY mengeluarkan Keppres penganugerahan gelar Pahlawan Nasional untuk si peracik bom itu.

Sumber : www.nasional.news.viva.co.id

No comments:

Post a Comment