Tuesday, 24 May 2016

Sam Ratulangi - SI TOU TIMOU TUMOU TOU

Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi atau lebih dikenal dengan nama Sam Ratulangi (lahir di Tondano, Sulawesi Utara, 5 November 1890 dan meninggal di Jakarta, 30 Juni 1949) adalah salah seorang politikus dan pahlawan nasional Indonesia. Sam Ratulangi juga sering disebut-sebut sebagai tokoh multidimensional. Filsafatnya yang berbunyi, "Si tou timou tumou tou" -- manusia baru dapat disebut sebagai manusia, jika sudah dapat memanusiakan manusia -- sangat terkenal hingga sekarang.

Sam Ratulangi adalah anak lelaki satu-satunya dari tiga bersaudara, yang merupakan buah cinta pasangan Jozias Ratulangi dan Agustina -- putri dari Mayoor Gerungan. Ayah Sam adalah seorang guru yang sangat cerdas. Oleh karenanya, ia dikirim ke Belanda untuk mendapatkan pendidikan lanjutan. Setelah memperoleh Ijazah Hoofdakte, Jozias kembali ke tanah air dan menjadi kepala sekolah di Hoofdenschool, sekolah untuk anak-anak bangsawan atau raja-raja.

Sam mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar Belanda (Europeesche Lagere School) di Tondano dan melanjutkan ke Sekolah Menengah (Hoofdenschool) di sana. Setelah menamatkan pendidikannya di Hoofden School, Sam kemudian meninggalkan tanah kelahirannya untuk belajar di Indische Artsenschool (Sekolah Dokter Hindia) di Jakarta. Namun, setibanya di Jakarta, ia mengurungkan niatnya untuk masuk ke sekolah dokter dan lebih memilih untuk belajar di Koningin Wilhelmina School (Sekolah Teknik) dan tinggal di asrama "Beck Volten". Empat tahun kemudian ia berhasil menamatkan pendidikannya dengan nilai gemilang. Latar belakang pendidikannya itu membuka kesempatan baginya untuk bekerja sebagai ahli teknik mesin di daerah Priangan Selatan, dan terlibat dalam proyek pembuatan jalan kereta api dari Garut ke selatan, melalui Rawah Lakbok ke Maos hingga ke Cilacap.

Saat itu, Sam merasakan diskriminasi ras yang dilakukan oleh Belanda. Meskipun orang-orang Indonesia bekerja lebih baik dan lebih pintar, gajinya lebih rendah dibandingkan orang-orang yang memiliki nama kebelanda-belandaan. Bahkan, mereka juga mendapatkan fasilitas penginapan yang lebih baik daripada orang-orang Indonesia. Hal ini membuat Sam terpacu untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi.

Setelah proyek pembuatan jalan kereta api tersebut selesai, Sam melanjutkan studinya ke Vrije Universiteit van Amsterdam, Belanda. Pada tahun 1914, ia dipercaya menjadi Ketua Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Belanda. Di Belanda, Sam berhasil meraih gelar diploma seperti: Hulpacte guru (1914), Middelbare Acte Wiskunde dan Middelbare Acte Opvoedkunde (1915), gelar Doktor der Natur-Philosophie (Dr.Phil.)
di Zuerich, Schweiz (1919), dan Wis en Natuurkunde (Ilmu Pasti dan Alam).

Setelah cukup lama tinggal di Belanda, Sam memperistri seorang wanita Belanda, Dr. Suze Houtman. Ia seorang psikiater. Dalam pernikahan mereka, Tuhan mengaruniakan 2 orang anak -- Oddi dan Zus. Namun sayang, pernikahan mereka tidak bertahan lama dan berakhir dengan  perceraian, sementara hak pengasuhan anak jatuh ke tangan Sam. Untuk mencukupi kebutuhan hidup, Sam bekerja sebagai wartawan. Dan, sebagai seorang ayah, Sam menyadari pentingnya kasih seorang ibu untuk anak-anaknya. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk menikah lagi dengan seorang wanita putri pasangan Jan Nicolaas Tambayong dan
Fransina Everdina Lefrandt, Maria Catharina Josephine `Tjen`Tambajong. Dari pernikahannya yang kedua, Sam dianugerahi 3 orang putri.

Perjalanan Karier

Setelah kembali ke tanah air, Sam diangkat menjadi guru Algemene Middlebare School (AMS) di Yogyakarta oleh pemerintah Hindia Belanda.Akan tetapi, pekerjaannya ini terpaksa ditinggalkannya karena berbagai pertimbangan; salah satunya karena Zentgraaf, pemimpin surat kabar Belanda "Het Niews van den Dag", tidak terima anak-anak Belanda diajar oleh orang Indonesia. Setelah meletakkan jabatannya sebagai guru, Sam berangkat ke Bandung dan mendirikan Maskapai Assuransi Indonesia. Pada tahun 1927, Sam Ratulangi dipilih oleh rakyat Minahasa sebagai anggota Volksraad (DPR) di Batavia. Kemudian, Sam kembali ke Minahasa dan bekerja sebagai sekretaris Minahasa Raad atau Dewan Minahasa. Di sana, ia memperjuangkan penghapusan "Herendiensten", kerja paksa tanpa upah, yang dikenakan kepada setiap orang yang tinggal di Minahasa. Perjuangannya tidak sia-sia, tidak lama setelah tuntutannya diserukan, pemerintah Belanda akhirnya menghapuskan kerja paksa di Minahasa. 

Selain itu, Sam juga mengurus dan mengantar para transmigran dari daerah sekitar Danau Tondano ke Minahasa Selatan dan ke daerah Modoinding dan Dumoga, sehingga mereka mendapat kehidupan baru. Lalu, pada tahun 1932, Sam sekeluarga kembali ke Jakarta dan mendirikan VIA (Vereniging van Indonesiche Academici) -- perkumpulan yang beranggotakan kaum cendekiawan bangsa Indonesia, para dokter,insinyur, ahli hukum, dan anggota Volksraad. Dalam sebuah pertemuan VIA, para pengurus juga pernah mengundang Presiden Quezon beserta istri dari Filipina. Beberapa waktu setelah peristiwa itu, Sam dituduh melakukan penggelapan uang karena ia tidak memeriksa dengan teliti dana anggaran dalam sebuah deklarasi. Alhasil, ia dimasukkan ke dalam penjara selama 4 bulan dan selama 3 tahun tidak diperbolehkan menjadi anggota Volksraad. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat juang Sam di bumi Indonesia.

Setelah bebas, Sam Ratulangi kembali menjalani hidup untuk memperjuangkan pembangunan Indonesia. Sam juga pernah menjabat sebagai Gubernur Sulawesi yang pertama. Selain berkiprah di dunia politik, Sam
juga menghasilkan karya tulis antara lain: "Kurven-Systeme in Volstaendigen Figuren" (1917), "De Meetkunde voor Euclides" buat Natuurwetenschappelijk Congres (1920), "Een Methode voor het grafisch teekenen van 2e graadscurven" (1922), "Indonesia in de Pacific" (1937), dan "De Pacific" (1938). Selain itu, ia juga membuat banyak tulisan lain dalam mingguan seperti "Peninjauan", 1934 dan "Nationale Commentaren" (1938 -- 1942).

Dan, sebagai seorang yang aktif berpolitik, Sam pernah menjabat beberapa posisi penting dalam organisasi, seperti:


  1. Ketua "Indische Vereeniging" di Amsterdam (1914 -- 1915). Ini    adalah organisasi mahasiswa di Belanda, yang kemudian berubah menjadi "Perhimpunan Indonesia" dengan azas tujuan Kemerdekaan   Bangsa Indonesia.
  2. Ketua "Association d’Etudiants Asiatique" di Zurich (1915 -- 1916).    Dalam organisasi ini tergabung mahasiswa-mahasiswa dari Korea, Jepang, Muangthai, India, Indonesia, dan negara-negara lain di    Asia.
  3. Ketua Partai Politik "Persatuan Minahasa", yang menjadi anggota    dari federasi "GAPI" yang berhubungan erat dengan partai-partai politik nasional lainnya.
  4. Ketua "Vereeniging van Indonesische Academici" (V.I.A), yakni    Persatuan para Akademisi Indonesia, yang bertujuan untuk mempersatukan para sarjana dan kaum cendekiawan dari negara-negara    di Asia Tenggara.
  5. Sekretaris "Dewan Minahasa" (1924 -- 1928).
  6. Anggota "Dewan Rakyat" (Volksraad en College van Gedelegerden), dengan pidato-pidatonya yang mengecam politik kolonial Belanda    (1927 -- 1937).
  7. Anggota "Nationale Fractie" dari Dewan Rakyat yang menuntut penghapusan segala perbedaan politik, ekonomi, dan intelektual.
  8. Anggota redaksi surat kabar mingguan "Peninjauan" (1934).
  9. Anggota pengurus "GAPI" (Gabungan Politik Indonesia), yang tujuan    mempersatukan semua partai politik di Indonesia.
  10. Direktur redaksi majalah politik "Nationale Commentaren"    (1938 -- 1942).
  11. Pendiri, sekaligus ketua, dari perkumpulan "Sumber Darah Rakyat"    (SUDARA) (1944 -- 1945).
  12. Pemimpin misi Sulawesi yang berangkat ke Jakarta pada bulan Agustus 1945 untuk turut menghadiri rapat-rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang sedang berlangsung di Jakarta, serta untuk menghadiri pengesahan dan pengumuman UUD 1945, dan Pendirian Negara Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.
  13. Tanggal 22 Agustus 1945, Sam diangkat menjadi Gubernur Selebes oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno(1945 -- 1946).
  14. Pelopor pengadaan Petisi kepada PBB yang ditandatangani oleh ratusan pemuka rakyat Sulawesi Selatan, untuk mempertahankan daerah Sulawesi sebagai bagian mutlak dari negara RI.
  15. Pembentuk "Partai Kemerdekaan Irian" dari belakang layar yang diketuai oleh Silas Papare (1947).
  16. Penasihat Pemerintah RI dan anggota delegasi RI dalam perundingan dengan Pemerintah Belanda (1948 -- 1949).

Sam juga banyak berkecimpung dalam organisasi sosial/ekonomi, misalnya guru STM di Yogyakarta (1919 - 1922), direktur Maskapai Asuransi "Indonesia" di Bandung (1922 -- 1924), ketua penasihat perkumpulan buruh "Vereeniging van Onder - Officieren B bij de K. P. M. (VOOB) -- suatu organisasi calon nakhoda Indonesia yang bekerja pada Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM), ketua Studiebeurs "Minahasa", pengurus "Persatuan Perkumpulan Radio Ketimuran", ikut mendirikan "Serikat Penanaman Kelapa Indonesia" (1939), dan organisasi "Ibunda Irian" di belakang layar. Selain itu, dalam upaya mempersatukan seluruh Indonesia, Sam bersama Mr. I Gusti Ketut Puja, Ir. Pangeran Muhammad Noor, Dr. T.S.T. Diapari, W.S.T. Pondang, dan Sukardjo Wirjopranoto, mengeluarkan pernyataan yang dikenal dengan "Manifes Ratulangi" yang berisi seruan kepada para pemimpin Indonesia bagian Timur, untuk menentang setiap usaha yang bertujuan memisahkan Indonesia bagian Timur dari NKRI. Karena sikapnya yang sangat tegas dan vokal, Sam sering ditangkap oleh pemerintah Belanda dan diasingkan dari keluarganya. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat patriotik dalam dirinya. Sayangnya, perjuangannya harus berakhir karena adanya penyakit yang menyerang tubuhnya. Pada tanggal 30 Juni 1949, Sam meninggal dunia karena penyakitnya saat ia masih menjadi tawanan musuh. Ia dimakamkan di Tondano. Untuk menghargai jiwa nasionalismenya yang tinggi, namanya diabadikan sebagai nama bandar udara di Manado, Bandara Sam Ratulangi, dan Universitas Negeri di Sulawesi Utara, Universitas Sam Ratulangi.

Selain itu, Sam juga memperoleh beberapa penghargaan sebagai berikut.
- Bintang Maha Putera Tingkat I
- Tanda Penghormatan Satya Lencana Perintis Pergerakan Kemerdekaan
- Tanda Jasa Pahlawan
- Piagam Tanda Kehormatan Dewan Pers
- Piagam Untuk Para Keluarga Pahlawan
- Pahlawan Nasional

Sumber : http://www.sabda.org

No comments:

Post a Comment