Pada tanggal 17 Desember 2015 DPR RI memilih
komisioner KPK RI. Salah satu nama yang terpilih adalah Alexander Marwata. Ia
bersama 4 orang komisioner lainnya, Agus Rahardjo, Basaria Panjaitan, SautSitumorang dan Laode Mohammad Syarifakan mengemban tugas untuk periode 2015-2019. Bagi Alexander, persoalan korupsi
bukanlah hal baru. Karena sebelumnya ia berkarir sebagai sebagai
hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta Pusat.
Saat menjabat sebagai hakim tipikor, Alexander
dianggap sebagai sosok yang kontroversial. Dia berbeda pendapat dengan hakim
lainnya (dissenting opinion) saat
menyatakan mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah tidak terbukti korupsi.
Persolan dissenting opinion ini pernah ditanyakan oleh
pansel KPK. Menurut Alex hal tersebut harusnya menjadi koreksi untuk KPK. Banyak
surat dakwaan yang terkesan disusun asal-asalan.
"Kalau dakwaan dibuat asal-asalan dengan
pembuktian tidak profesional, terus nanti hakimnya ada mindset, seolah KPK
tidak pernah salah, itu menurut saya justru jadi bumerang," ujarnya saat
itu
Alexander yang lahir di Klaten, Jawa Tengah, 26 Februari 1967 ini pernah juga menjadi
auditor ahli di Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP). Karirnya di BPKP terbilang cukup
lama, sejak tahun 1987-2011. Ia menyelesaikan pendidikannya di SD Plawikan I
Klaten (1974-1980), SMP Pangudi Luhur Klaten (1980-1983), SMAN 1 Yogyakarta
(1983-1986). Untuk pendidikan tingginya
diselesaikan di D IV STAN dan S1 Ilmu Hukum di Universitas Indonesia.
Pria yang tinggal di Jurangmangu, memiliki harta
Rp795,659 juta berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara per 30
Juni 2011. Dalam laporan tersebut, harta
tidak bergerak berupa tanah dan bangunan senilai Rp 429.582.000 di Tangerang
Selatan.
Selain itu harta bergerak senilai Rp184,5 juta berupa
mobil Suzuki Sidekick, sepeda onthel, motor Honda Kirana dan mobil Daihatsu
Terios serta berupa logam mulia senilai Rp 25 juta. Alexander juga memilki
hutang sebesar Rp 25 juta.
No comments:
Post a Comment