Kapitan Pattimura yang bernama
asli Thomas Matulessy, ini lahir di Negeri Haria, Saparua, Maluku tahun 1783.
Perlawanannya terhadap penjajahan Belanda pada tahun 1817 sempat merebut
benteng Belanda di Saparua selama tiga bulan setelah sebelumnya melumpuhkan
semua tentara Belanda di benteng tersebut. Namun beliau akhirnya tertangkap.
Pengadilan kolonial Belanda menjatuhkan hukuman gantung padanya. Eksekusi yang
dilakukan pada tanggal 16 Desember 1817 akhirnya merenggut jiwanya.
Perlawanan sejati ditunjukkan
oleh pahlawan ini dengan keteguhannya yang tidak mau kompromi dengan Belanda.
Beberapa kali bujukan pemerintah Belanda agar beliau bersedia bekerjasama
sebagai syarat untuk melepaskannya dari hukuman gantung tidak pernah
menggodanya. Beliau memilih gugur di tiang gantung sebagai Putra Kesuma Bangsa
daripada hidup bebas sebagai penghianat yang sepanjang hayat akan disesali
rahim ibu yang melahirkannya.
Dalam sejarah pendudukan
bangsa-bangsa eropa di Nusantara, banyak wilayah Indonesia yang pernah dikuasai
oleh dua negara kolonial secara bergantian. Terkadang perpindahtanganan
penguasaan dari satu negara ke negara lainnya itu malah kadang secara resmi
dilakukan, tanpa perebutan. Demikianlah wilayah Maluku, daerah ini pernah
dikuasai oleh bangsa Belanda kemudian berganti dikuasai oleh bangsa Inggris dan
kembali lagi oleh Belanda.
Thomas Matulessy sendiri pernah
mengalami pergantian penguasaan itu. Pada tahun 1798, wilayah Maluku yang
sebelumnya dikuasai oleh Belanda berganti dikuasai oleh pasukan Inggris. Ketika
pemerintahan Inggris berlangsung, Thomas Matulessy sempat masuk dinas militer
Inggris dan terakhir berpangkat Sersan.
Namun setelah 18 tahun
pemerintahan Inggris di Maluku, tepatnya pada tahun 1816, Belanda kembali lagi
berkuasa. Begitu pemerintahan Belanda kembali berkuasa, rakyat Maluku langsung
mengalami penderitaan. Berbagai bentuk tekanan sering terjadi, seperti bekerja
rodi, pemaksaan penyerahan hasil pertanian, dan lain sebagainya. Tidak tahan menerima
tekanan-tekanan tersebut, akhirnya rakyat pun sepakat untuk mengadakan
perlawanan untuk membebaskan diri. Perlawanan yang awalnya terjadi di Saparua
itu kemudian dengan cepat merembet ke daerah lainnya diseluruh Maluku.
Di Saparua, Thomas Matulessy
dipilih oleh rakyat untuk memimpin perlawanan. Untuk itu, ia pun dinobatkan
bergelar Kapitan Pattimura. Pada tanggal 16 mei 1817, suatu pertempuran yang
luar biasa terjadi. Rakyat Saparua di bawah kepemimpinan Kapitan Pattimura
tersebut berhasil merebut benteng Duurstede. Tentara Belanda yang ada dalam
benteng itu semuanya tewas, termasuk Residen Van den Berg.
Pasukan Belanda yang dikirim
kemudian untuk merebut kembali benteng itu juga dihancurkan pasukan Kapitan
Pattimura. Alhasil, selama tiga bulan benteng tersebut berhasil dikuasai
pasukan Kapitan Patimura. Namun, Belanda tidak mau menyerahkan begitu saja
benteng itu. Belanda kemudian melakukan operasi besar-besaran dengan
mengerahkan pasukan yang lebih banyak dilengkapi dengan persenjataan yang lebih
modern. Pasukan Pattimura akhirnya kewalahan dan terpukul mundur.
Di sebuah rumah di Siri Sori,
Kapitan Pattimura berhasil ditangkap pasukan Belanda. Bersama beberapa anggota
pasukannya, dia dibawa ke Ambon. Di sana beberapa kali dia dibujuk agar
bersedia bekerjasama dengan pemerintah Belanda namun selalu ditolaknya.
Akhirnya dia diadili di
Pengadilan kolonial Belanda dan hukuman gantung pun dijatuhkan kepadanya.
Walaupun begitu, Belanda masih berharap Pattimura masih mau berobah sikap
dengan bersedia bekerjasama dengan Belanda. Satu hari sebelum eksekusi hukuman
gantung dilaksanakan, Pattimura masih terus dibujuk. Tapi Pattimura menunjukkan
kesejatian perjuangannya dengan tetap menolak bujukan itu. Di depan benteng
Victoria, Ambon pada tanggal 16 Desember 1817, eksekusi pun dilakukan.
Kapitan Pattimura gugur sebagai
Pahlawan Nasional. Dari perjuangannya dia meninggalkan pesan tersirat kepada
pewaris bangsa ini agar sekali-kali jangan pernah menjual kehormatan diri,
keluarga, terutama bangsa dan negara ini.
Sumber : http://dokumen.tips
No comments:
Post a Comment